BeritakanID.com - Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) saat ini dinilai sedang menghadapi dilema.
Karena kadernya yang saat ini menjabat Gubernur Jawa Tengah memiliki elektabilitas tertinggi, selalu masuk tiga besar dalam temuan sejumlah lembaga survei. Sementara pada sisi lain internal PDIP yang diwakili kelompok Puan Maharani tidak begitu menyukai Ganjar.
Karena itu, Ganjar acapkali tidak diundang oleh PDIP, misalnya dalam kegiatan halalbihalal di Jawa Tengah beberapa waktu lalu. Bahkan Puan dan kelompoknya terus menyindir Ganjar, tidak jarang pula dengan nada keras.
Apalagi Ganjar kedekatan lebih kepada Presiden Joko Widodo dibanding Ketua Umum PDI Perjuangan Megawati Soekarnoputri. Bahkan Jokowi sudah memberikan sinyal akan mendukung Ganjar seperti disampaikannya pada acara Projo yang juga dihadiri Ganjar di Magelang kemarin
“Terjadi sebuah dilema di tubuh PDIP. Ganjar dianggap lebih setia ke Jokowi ketimbang Megawati. Sisi lain calon internal mereka masih belum kuat elektabilitasnya. Sehingga perhitungan politiknya sayang sekali kalau PDIP tidak mengajukan Ganjar Pranowo. Apalagi PDIP memiliki 128 kursi yang bisa mengajukan calon sendiri,” ujar pengamat politik dalam podcast di akun Youtube-nya, dikutip KBA News Senin, 23 Mei 2022.
Untuk saat ini, dia menilai konflik antara Puan dan Ganjar tersebut serius. Bukan permainan. Hal ini misalnya merujuk sikap Megawati yang sampai saat ini agak susah berekonsiliasi dengan mantan Presiden SBY.
“Mungkin begitu juga Puan dengan Ganjar barangkali akan susah rekonsiliasi dengan Ganjar. Barangkali bagi Puan lebih baik meng-endorse Prabowo bagi Megawati ketimbang Ganjar Pranowo yang akan jauh lebih tunduk ke Presiden dan pendukung Jokowi ketimbang kepada Megawati, Puan dan dan PDIP. Artinya ada ancaman bagi PDIP kalau Ganjar terpilih,” bebernya.
Bagi rakyat Indonesia termasuk dirinya yang tidak ingin Pilpres dikuasai satu kelompok, sambung Refly, perpecahan internal PDIP tersebut menjadi semacam blessing in disguise. Karena itu dia berharap, baik Ganjar dan Puan sama-sama bisa maju pada pilpres dengan kendaraan politik masing-masing.
“Saya berharap Ganjar dan Puan bisa maju,” ucapnya.
Dengan demikian, akan ada tiga poros pasangan capres. Pertama, poros PDIP-Gerindra dengan mengusung Prabowo-Puan. Kedua, poros Golkar, PAN PPP yang sudah membentuk koalisi Koalisi Indonesia Bersatu (KIB) mengajukan Airlangga Hartarto-Ganjar. Dan poros ketiga, NasDem, Demokrat dan PKS mendukung Anies Baswedan berpasangan misalnya dengan Agus Harimurti Yudhoyono.
“Seandainya Golkar, PAN dan PPP tidak mau singgasananya diambil oleh Ganjar, bisa jadi mereka mengajukan Airlangga dengan wakil Zulkifli Hasan atau wakilnya Ganjar Pranowo. Maka tetap tiga (calon),” ulasnya.
Menurutnya, skenario tiga poros ini mungkin yang paling normal mengingat adanya presidential threshold, syarat mengajukan capres-cawapres harus mengantongi 20 persen kursi di DPR RI.
Meski demikian, bisa saja tiba-tiba Istana dan PDIP membuat kesepakatan mengusung Ganjar berpasangan dengan Menteri BUMN Erick Thohir. “Puan Maharani diberikan jaminan Ketua MPR, msalnya,” imbuhnya.
Sementara Prabowo berduet dengan tokoh dari non-PDIP seperti Ketua Umum PKB Muhaimin Iskandar, Ketua Umum DPP PAN Zulkifli Hasan, Ketua Umum PBNU Yahya Staquf atau dengan tokoh lainnya.
“(Mereka) melawan poros ketiga, Anies yang tadi,” ungkapnya.
Menurutnya skenario ini juga tetap menarik. Karena masih ada ruang persaingan.
Yang tidak menarik, katanya melanjutkan, kalau tujuh partai pendukung pemerintah membuat kesepakatan dengan mengusung calon yang berasal dari sesama mereka. Ketujuh partai ini bisa menyetting dua pasangan calon atau bahkan tiga pasangan calon yang diajukan. Calon tersebut sama-sama berasal dari lingkaran rezim saat ini.
Kalau partai-partai pendukung Istana sudah bersatu, dua partai di luar pemerintahan, PKS dan Demokrat, tidak bisa mengajukan calon karena tidak memenuhi persyaratan.
“Mereka bikin saja dua pasangan calon. Prabowo dengan Puan. Ganjar dengan Erick. Mereka kemudian on the paper membuat kesepakatan siapapun yang berkuasa maka distribusi kekuasaan tetap di lingkaran mereka. Kalau ini terjadi, maka pilpres tidak menarik. Tidak ada pesaing yang genuine yang betul-betul fight,” ucapnya.
Apalagi, katanya menambahkan, ada selentingan yang menyebutkan bahwa kelompok oligarki sebenarnya sudah menentukan siapa pemenag Pilpres yang baru akan dilaksanakan dua tahun lagi.
“Calonnya ada dua. Prabowa dipaksa bersaing dengan Ganjar dan Ganjar akan dimenangkan. Wallahu a’lam. Itu adalah sebuah analisa yang kita hormati saja,” jelas Refly.
Terhadap semua kemungkinan tersebut, dengan adanya presidential threshold, Refly tetap berdoa aga Pilpres 2024 akan diikuti banyak calon minimal tiga pasangan.
Dan sampai sekarang dia masih terus berdoa agar gugatan presidential threshold yang kembali diajukan, sekarang oleh Partai Bulan Bintang, dikabulkan oleh Mahkamah Konstitusi (MK). Baginya, masih terbuka peluang presidential threshold dihapuskan sehingga setiap partai politik bisa mengajukan calon.
“Bukan tidak mungkin. Gesture kekuasaan mengatakan ini calon mahkota dari Istana kok enggak ada kereta (partai). Kereta yang ada tidak cukup (untuk bisa mengajukan calon). Karena itu hapus presidential threshold. Mungkin juga,” demikian Refly Harun.
Sumber: kbanews
