BeritakanID.com - Posisi Indonesia terjebak dengan skema konsorsium versi China dalam proyek Kereta Cepat Jakarta Bandung (KCJB). Sehingga, mau tidak mau pemerintahan Joko Widodo kena apes harus menanggung pembengkakan biaya.
Direktur Eksekutif Oversight of Indonesia's Democratic Policy, Satyo Purwanto mengatakan, sejak awal proyek kereta cepat itu memang penuh kontroversi. Mulai dari pengadaan lahan, target penyelesaian yang molor, hingga pembiayaan yang mengalami cost over run berkali-kali.
"Akibat janji manis China pemerintah Indonesia kena 'Cipoa' (tipu), proposal mereka dimenangkan karena menjanjikan proyek tersebut bisa dilakukan murni dengan skema bisnis antar BUMN kedua negara alias business to business yang artinya pemerintah tak perlu memberikan jaminan apa pun di proyek tersebut dan tidak akan menggunakan seperak pun duit APBN," ujar Satyo kepada Kantor Berita Politik RMOL, Jumat (29/7).
Baca Juga
- Viral Gus Miftah Berkata Kasar ke Penjual Es Teh saat Pengajian, Padahal "Digaji Rakyat" Rp18 Juta per Bulan
- Aipda Robig Tembak Siswa SMK, Kronologi Versi Kapolres dan Propam Berbeda di RDP dengan Komisi III DPR
- Ketahuan Bohong, Aipda Robig Tembak Mati Siswa SMK Bukan karena Tawuran tapi Kesal Dipepet
Satyo pun mengaku merasa heran bagaimana pemerintah Indonesia membuat perjanjian kerja sama dengan China waktu itu, yang membuat posisi Indonesia justru dalam kondisi inferior atau bermutu rendah dan diharuskan menambal pembengkakan biaya, serta penyelesaian proyek yang terus-menerus di reschedule.
"Dengan skema konsorsium versi China ternyata ada 'pranknya', membuat posisi Indonesia terjebak, sekarang mau tidak mau pemerintah harus menyelesaikan, kena apesnya dalam proses kerja sama tersebut," pungkas Satyo.
Sumber: RMOL