BeritakanID.com - Aktivis sosial Lieus Sungkharisma meminta Presiden Joko Widodo menerbitkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perpu) yang menghapus Undang-undang Nomor 23 Tahun 2003 tentang Pemilihan Umum Presiden dan Wakil Presiden. Beleid ini lebih dikenal di publik dengan Presidential Threshold 20 persen.
Lieus meminta agar bangsa Indonesia tidak mengulang kesalahan Pilpres 2014 dan 2019. “Saya berharap pak Jokowi bikin Perpu hapus Presidential Threshold (PT) 20 persen,” kata Lieus kepada KBA News, Selasa 16 Agustus 2022.
Bila memang Jokowi menghapus PT 20 persen demokrasi kata Lieus bakal berjalan semarak. “Ga boleh ada bully. Bagi yang melanggar langsung dipanggil unit cyber crime Polri. Ini merusak, Anda boleh saja berpendapat, punya calon tapi ga boleh menjelek-jelekan,” ujar Lieus.
Lieus menjelaskan seluruh warga Indonesia harus memperjuangan calon-calon yang ada di Pilpres 2024. Di pemilihan ini katanya tidak boleh bertentangan dengan UUD 1945. “Presidential Threshold ini biang keladi. 77 tahun Indonesia merdeka harus ada perubahan. Kita ga boleh larut. Ubah dalam dua tahun,” katanya.
Lieus melihat pihak-pihak yang masih mengatakan Anies Baswedan terkait dengan politik identitas sebagai sebuah keanehan. Dia mengaku sudah sejak muda inisiator Indonesia Mengajar itu menjadi figur yang mengedepankan egaliter dan seorang nasionalis sejati. “Salah itu. Dia (Anies) nasionalis sejati,” kata Lieus.
Anies kata Lieus baru satu periode memimpin. Namun, dalam perjalanannya selalu mendapat gangguan. Salah satunya suara-suara nyinyir seperti robohnya pagar Jakarta International Stadium. “Saya kemarin ke JIS. Ga nyangka kita punya stadion sebesar itu. Yang harus kita hargai itu semua janji politik Anies berhasil dipenuhi. Itu yang kita salut,” ujar Lieus.
Lieus mengatakan dalam lima tahun menjadi Gubernur DKI Jakarta, Anies Baswedan adalah figur yang bagus. Dia memberi contoh apa yang sudah dikerjakan pria 53 tahun itu di ibu kota bukan hanya membahagiakan satu kelompok.
“Coba tanya orang-orang Tionghoa yang bukan fanatik Ahok. Pasti mereka bilang Anies bagus,” kata Lieus.
Meski bisa dibilang sukses, namun Anies kata Lieus belum berhasil sukses. Dia memberi contoh situasi ini sama seperti ketika Jokowi menjabat sebagai Gubernur DKI Jakarta. “Baru berapa bulan jadi gubernur pengen jadi presiden supaya punya kewenangan lebih,” ujar Lieus.
Sebelumnya, Direktur Eksekutif Indonesia Political Review (IPR), Ujang Komarudin mengatakan kritik Sekretaris Jenderal DPP PDI Perjuangan, Hasto Kritiyanto kepada Anies Baswedan terlalu berlebihan. Dia menganalisa prestasi Gubernur DKI Jakarta jauh lebih moncer ketimbang Gubernur Jawa Tengah Ganjar Pranowo.
Ujang bilang Anies sudah memberi bukti lewat prestasi. “Penghargaan nasional dan internasional bisa dibandingan dengan saat ini yang menjadi gubernur seperti Ganjar Pranowo. Prestasinya bisa dilihat mana yang menonjol dan tidak,” kata Ujang kepada KBA News, Senin 1 Agustus 2022.
Hasto kata Ujang tidak melihat fakat. Padahal katanya masyarakat pasti menilai Anies lebih berprestasi ketimbang Ganjar. “Oleh karena itu kritikan Hasto lebih tendensius ketimbang kritikan yang objektif dan konstruktif,” ujar dia.
Ujang menjelaskan sebagai pengamat dirinya dan lain juga harus objektif. Dia bilang ketika memberikan penilaian terhadap seorang figur harus objektif. Risiko berpolitik adalah ketika menjadi lawan politik terus mengkritik satu sama lain. Itu katanya adalah dinamika politik di Indonesia. “Kita sebagai pengamat harus objektif. Kalau memang mempunyai prestasi harus kita bilang dan sebaliknya,” kata Ujang.
Segendang, pengamat kebijakan publik Yayat Supriyatna mengatakan kritikan Sekjen PDI-P Hasto Kristiyanto harusnya didukung dengan data. Dia mengatakan kritikan politikus itu tidak jelas arah terkait kebijakan Gubernur DKI Anies Baswedan yang mana yang perlu dikritisi.
“Apakah di bidang transportasi, penanganan banjir, atau bidang pembangunan lainnya. Kalau ingin mengkritik sebaiknya fokus pada janji politik yang belum tercapai,” kata Yayat.
Pengkritik Anies kata Yayat seharusnya juga harus menyampaikan apa yang harus dilengkapi atau ditambahkan terkait janji politik. Hal itu perlu dilakukan agar mencapai target atau janji yang belum tuntas. “Kalau ada prestasi perlu juga diapresiasi. Karena prestasi juga merupakan karya bersama para aparat Pemprov DKI,” ujar Yayat.
Sumber: kba
