BeritakanID.com - Pemerintah akan memberikan bantuan langsung tunai (BLT) berupa subsidi gaji kepada pekerja dengan gaji di bawah Rp3,5 juta per bulan sebesar Rp600 ribu. Bantuan itu diberikan kepada 16 juta pekerja untuk meredam dampak kenaikan harga BBM.
Menteri Keuangan Sri Mulyani mengungkapkan total anggaran BLT subsidi gaji mencapai Rp9,6 triliun.
Ia menyebut bantuan itu akan dicairkan sekali bayar. Namun, bendahara negara belum memastikan mulai kapan bantuan itu akan disalurkan.
"Nanti ibu menaker (Menteri Ketenagakerjaan Ida Fauziyah) akan segera menerbitkan juknisnya (petunjuk teknis) sehingga langsung bisa dilakukan pembayaran kepada para pekerja tersebut," ujar Sri Mulyani usai rapat bersama Presiden Joko Widodo (Jokowi) di Istana Negara, Senin (29/8).
Para ekonom menilai jika harga BBM naik akan berimbas pada kenaikan harga-harga kebutuhan lainnya. Hal ini bisa membuat masyarakat kian tercekik lantaran kenaikan harga tidak dibarengi dengan kenaikan upah.
Jika pekerja dengan gaji di bawah Rp3,5 juta per bulan mendapat BLT dari pemerintah sebagai bantalan sosial, lantas bagaimana nasib pegawai kelas menengah yang gajinya berada di kisaran Rp3,5 juta hingga Rp5 juta per bulan.
Pian (27), karyawan swasta kelas menengah, mengaku akan ikut terdampak jika harga BBM naik. Apalagi, saat ini harga pangan pun melambung.
"Pasti terdampak, enggak mungkin enggak terdampak sama sekali. Kaya misalnya harga telur saja sekarang rata-rata itu sekitar Rp32 ribu per kg pasti mengganggu cash flow kami ya. Belum lagi, minyak goreng juga masih di kisaran Rp40 ribu lebih per 2 liter," kata dia kepada CNNIndonesia.com, Selasa (30/8).
Pian merupakan karyawan swasta asal Bogor yang bekerja di Jakarta. Penghasilannya sebulan berada di kisaran Rp3,5 juta hingga Rp5 juta.
Di tengah kenaikan harga ini ia mengaku pengeluarannya meningkat. Semula Pian hanya perlu mengalokasikan dana sebesar Rp100 ribu untuk membeli minyak goreng, telur, dan beras. Namun, saat ini ia harus mengeluarkan Rp150 ribu hingga Rp200 ribu untuk membeli komoditas itu.
Terkait wacana kenaikan harga pertalite dan solar ia tidak ambil pusing karena sehari-hari menggunakan pertamax. Tapi, beda cerita kalau pertamax pun ikut naik, Pian kelabakan.
"Kalau pertamax naik katakan lah jadi Rp15 ribu per liter (dari Rp12.500) juga pasti akan merogoh kocek lebih dalam kan. Jadi pengeluaran kami lebih besar ketimbang penghasilan," kata dia.
Ayah satu orang anak ini mengatakan hanya bisa bisa pasrah karena tidak mendapat bantuan sosial BLT dari pemerintah. Menurutnya, pemerintah saat ini tidak terlalu mementingkan kelas menengah. Padahal, dampak kenaikan harga pangan dan energi itu tidak hanya dirasakan kelas bawah.
Menurut Pian, pemerintah juga perlu memperhatikan kelas menengah. Jika dibiarkan kelas menengah bisa turun menjadi rentan miskin.
Kondisi serupa juga dirasakan Leman (27). Karyawan swasta di Jakarta ini merasa terdampak jika harga BBM naik.
Menurutnya, harga bahan pokok pun saat ini mahal. Di sisi lain, upahnya tidak mengalami penyesuaian.
"Efek yang paling terasa adalah penurunan daya beli. Ini karena biaya pengeluaran tidak diimbangi dengan pemasukan," kata Leman.
Upah yang diterima Leman memang di atas Rp3,5 juta per bulan, tapi tidak lebih dari Rp5 juta per bulan. Karenanya, ia harus memutar otak agar bisa bertahan.
Pria berdarah Sunda ini pun saat ini memang mulai menghemat konsumsi. Misalnya, mencari alternatif sumber pangan protein yang lebih murah semisal tahu ataupun tempe dari sebelumnya mengonsumsi daging sapi atau ayam.
Leman juga memilih pindah kost ke daerah pinggiran Ibu Kota demi mendapat harga sewa yang lebih murah.
Baca Juga
- Viral Gus Miftah Berkata Kasar ke Penjual Es Teh saat Pengajian, Padahal "Digaji Rakyat" Rp18 Juta per Bulan
- Aipda Robig Tembak Siswa SMK, Kronologi Versi Kapolres dan Propam Berbeda di RDP dengan Komisi III DPR
- Ketahuan Bohong, Aipda Robig Tembak Mati Siswa SMK Bukan karena Tawuran tapi Kesal Dipepet
Malahan, ia khawatir kenaikan harga sembako, BBM, transportasi, dan logistik memicu PHK massal akibat kebijakan perusahaan melakukan efisiensi untuk memangkas biaya operasional. Ia takut kena imbasnya.
Kenaikan Harga BBM Tekan Daya Beli
Ekonom Center of Economic and Law Studies (Celios) Bhima Yudhistira mengatakan pemerintah tidak boleh hanya fokus pada 16 juta pekerja dengan upah Rp3,5 juta ke bawah terkait pemberian BLT. Pasalnya, kenaikan harga BBM dirasakan semua golongan, termasuk kelas menengah.
"Mau dia (kelas menengah) memiliki kendaraan pribadi atau tidak, bahkan dia naik transportasi publik, dia akan terdampak dari kenaikan harga BBM,"
Kenaikan harga BBM juga akan menekan konsumsi karena harga-harga yang melambung. Kelas menengah bakal mengorbankan belanja lainnya, seperti pakaian, rumah tangga, dan pangan.
Kebutuhan-kebutuhan itu mau tidak mau ditunda atau dikurangi. Ujung-ujungnya daya beli kelas menengah akan turun.
Sedangkan, ketika kelompok masyarakat kelas menengah ini daya belinya menurun, mereka bisa masuk ke dalam kelompok rentan miskin baru.
"Yang tadinya dianggap kategori kelas menengah, itu dengan kenaikan harga BBM bisa jadi kelompok rentan miskin yang baru," kata Bhima.
Untuk menghindari hal tersebut, menurut Bhima pemerintah memiliki opsi selain memberikan BLT pada kelas menengah. Yakni dengan menurunkan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dari 11 persen menjadi 9 persen.
Kemudian, Pajak Penghasilan (PPh) upah kelas menengah bisa ditanggung oleh pemerintah. "Itu salah satu stimulus untuk menjaga daya beli kelas menengah," kata dia.
Sementara itu, Ekonom Center of Reform on Economics (CORE) Indonesia Yusuf Rendy Manilet mengatakan jika bercermin pada 2020, karyawan dengan gaji di atas Rp3,5 juta dan di bawah Rp5 juta per bulan seharusnya juga diberikan BLT.
Saat itu, pemerintah memberikan BLT bagi karyawan swasta yang memiliki gaji di bawah Rp5 juta per bulan dan terdampak pandemi covid-19. Bantuan yang yang diberikan pemerintah itu besarannya Rp600 ribu per bulan yang diberikan selama empat bulan atau totalnya mencapai Rp2,4 juta.
Oleh karena itu, sambung Yusuf, untuk mengantisipasi kenaikan harga BBM yang berimbas pada kenaikan kebutuhan pokok lain, kelas menengah pun layak mendapat BLT kembali. Terlebih, kenaikan BBM ini menurutnya dapat memicu kenaikan inflasi ke level yang lebih tinggi.
"Nah sayangnya kelompok yang berada di kelompok menengah ini kenaikan pendapatannya saya kira berpotensi lebih kecil jika dibandingkan dengan potensi kenaikan inflasi yang akan terjadi," papar Yusuf.
Berdasarkan pertimbangan tersebut, pemerintah sebaiknya mengkaji ulang kelompok mana saja yang berhak mendapat BLT.
Menurut Yusuf, pemerintah bisa menggunakan data-data terbaru terkait dampak pemberian BLT kepada kelas menengah saat pandemi 2020 lalu.
Sumber: cnn