Tewasnya 6 Laskar FPI di KM 50 Trending, Sosok Ferdy Sambo Dikaitkan, Apa Peran Sambo di Kasus Itu?

Tewasnya 6 Laskar FPI di KM 50 Trending, Sosok Ferdy Sambo Dikaitkan, Apa Peran Sambo di Kasus Itu?

BeritakanID.com - Kasus KM 50 yang merupakan peristiwa penembakan terhadap enam anggota Front Pembela Islam (FPI) di tol Jakarta – Cikampek, kembali mengemuka seiring berjalannya penyelidikan terhadap kematian Brigadir Nopryansah Yosua Hutabarat alias Brigadir J.

Bahkan, di media sosial, khususnya Twitter, muncul dorongan dari warganet untuk membuka kembali kasus kematian laskar FPI pengawal Habib Rizieq Shihab.

Pakar Hukum Tata Negara Rafli Harun di channel Youtubenya juga menyebut bahwa kasus penembakan Brigadir J ini ada kemiripan dengan kasus KM 50 Tol Cikapek.

Menurutnya, saat itu kasus pertama yang diangkat justru perlawanan para Laskar FPI terhadap petugas dan kepemilikan senjata api.

”Kasus pembunuhannya di-delay lama, akhirnya bebas semua. Lalu, keenam Laskar FPI itu malah dijadikan tersangka dan dihentikan karena tersangka sudah meninggal dunia,” kata Refli Harun dalam kanal Youtube miliknya.

Refly Harun mengungkapkan bahwa sejak awal ahli intelijen sudah menyampaikan adanya aroma rekayasa dalam kasus penembakan Brigadir J.

Hal itu terlihat dari kasus yang berawal soal pembunuhan, namun tiba-tiba meluas menjadi kasus pelecehan seksual.

Pada kasus KM 50, Irjen Ferdy Sambo menjabat sebagai Kadiv Propam yang menangani kasus tersebut.

Irjen Ferdy Sambo saat ini mendapat mutasi jabatan dari Kadiv Propam menjadi Pati Yanma Polri.

Ketika menangani kasus KM 50, Irjen Ferdy Sambo mengerahkan 30 anggota Tim Propam untuk mengungkap kasus tersebut.

Ia menegaskan keterlibatan Divisi Proram dalam kasus ditembaknya enam anggota laskar FPI bukan karena indikasi pelanggaran, namun bertugas memeriksa penggunaan kekuatan sudah sesuai Perkap atau belum.

Disorot KontraS

 Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (KontraS) menyoroti pengusutan kasus penembakan terhadap Brigadir J di rumah Kadiv Propam Polri Irjen Ferdy Sambo yang sepertinya ditutupi.

KontraS pun menganggap ini bukan kali pertama upaya Kepolisian dalam menyembunyikan fakta. Sebab KontraS meyakini hal serupa terjadi pada kasus terdahulu, seperti penembakan terhadap 6 laskar Front Pembela Islam (FPI).

Berdasarkan pemantauan, KontraS menemukan sejumlah pola yang terjadi dalam mekanisme pertanggungjawaban perkara pidana yang melibatkan anggota kepolisian.

"Pertama ketidaktegasan dalam mendorong mekanisme pidana pada anggota yang terbukti bersalah dan menyerahkan pada mekanisme internal (etik/disiplin) semata; kedua, upaya menyelesaikan perkara dengan cara 'kekeluargaan' yang membuat pihak korban menjadi tertekan dan menyetop perkara; ketiga, tidak adanya evaluasi kelembagaan serta perbaikan institusi dari kesalahan yang terjadi," ucap Wakil Koordinator KontraS Rivanlee Anandar.

Selain memunculkan keberulangan peristiwa, tiga hal di atas akan berimplikasi pada terkikisnya kepercayaan masyarakat dan meruntuhkan wibawa Korps Bhayangkara. Sebab hal tersebut akan mencoreng asas equality before the law dan hanya akan memperpanjang fenomena impunitas aparat.

"Langkah pengusutan kasus brigadir J sebenarnya dapat menjadi modal institusi Polri untuk memperbaiki kinerja, utamanya di ranah akuntabilitas yang selama ini jadi sorotan masyarakat," ucap Rivanlee.

Tugas Irjen Ferdy Sambo dalam Kasus KM 50

Irjen Ferdy Sambo saat itu melakukan pengawasan dan analisis bersama Propam Polri.
Kasus KM 50 berakhir dengan sidang putusan majelis hakim yang memvonis kedua terdakwa bebas. 

Kedua terdakwa tersebut yaitu Briptu Fikri Ramadhan dan Ipda Yusmin.

2 Terdakwa Kasus KM 50 Bebas

Majelis hakim dalam putusannya menyatakan Briptu Fikri dan Ipda Yusmin terbukti bersalah melakukan tindak pidana penganiayaan hingga membuat orang meninggal dunia.

Namun, kedua terdakwa tidak dijatuhi hukuman karena alasan pembenaran, yakni menembak untuk membela diri, seperti disampaikan dalam pleidoi atau nota pembelaan kuasa hukum.

Menurut penjelasan Hakim Ketua Muhammad Arif Nuryanta, dalam KUHP, alasan pembenaran terdiri dari beberapa poin.

Poin tersebut ada yang menyebutkan perbuatan yang dilakukan karena pembelaan terpaksa dalam Pasal 49 ayat (1) KUHP.

Hakim menyatakan perbuatan terdakwa sebagaimana dakwaan primer dalam rangka pembelaan terpaksa melampaui batas.

Kemudian, hakim pun memutuskan melepaskan terdakwa dari segala tuntutan hukum.

Eks. Juru Bicara Habib Rizieq Berharap Kasus Kematian Brigadir J Diproses secara Transparan

Eks. juru bicara Habib Rizieq, Damai Hari Lubis menyoroti kasus kematian Brigadir Nopryansah Yosua Hutabarat alias Brigadir J di kediaman Kadiv Propam Polri Non Aktif, Irjen Pol Ferdy Sambo.

Ia berharap Polri tidak terburu-buru dalam proses penyelidikan dan penyidikan kasus tersebut.

Damai Lubis mengatakan, semua proses harus dilakukan secara profesional dan transparan agar tidak menjadi kejanggalan di masyarakat.

"Terlebih jangan korban yang meninggal dunia justru dinyatakan menjadi tersangka seperti awal peristiwa anggota laskar FPI yang tewas ditembak di Tol KM. 50, Cikampek, Jawa Barat," kata Damai dalam keterangannya, Rabu 13/7/2022), seperti diberitakan Tribunnews.

Dalam kasus KM 50, Bareskrim Polri menetapkan enam anggota laskar FPI yang tewas dalam baku tembak di Tol Jakarta-Cikampek sebagai tersangka.

Namun, status tersangka keenam laskar FPI itu gugur setelah polisi menghentikan kasus dugaan penyerangan tersebut.

Oleh karena itu, Damai Lubis meminta Polri membuka proses penyidikan agar kepastian hukum benar-benar terwujud.

Menurutnya, ada banyak keganjilan informasi yang berkembang di publik, termasuk pemberitaan terkait kronologi peristiwa hingga menewaskan Brigadir J.

Damai juga mengingatkan jangan sampai pelaku penembakan bisa bebas dengan dalih melindungi diri saat insiden itu terjadi.

Sumber: tribun

TUTUP
TUTUP