Eks Jubir: Kenapa KPK Terkesan Terlalu Fokus Mengusut Formula E?

Eks Jubir: Kenapa KPK Terkesan Terlalu Fokus Mengusut Formula E?

BeritakanID.com - Mantan Juru Bicara KPK Febri Diansyah juga turut menyoroti langkah lembaga antirasuah tersebut dalam menangani kasus penyelenggaraan Formula E. Dia mengingatkan agar lembaga yang dipimpin Firli Bahuri tersebut tidak bermain politik dalam mengusut perkara yang melibatkan Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan itu.

“KPK perlu juga menjelaskan bagaimana nasib kasus korupsi lain. Bansos Covid-19, E-KTP, Kemenakertrans, alih fungsi hutan, suap pajak dll,” katanya seperti dikutip dari akun Twitter @febridiansyah Selasa, (4/10).

“Kenapa terkesan terlalu fokus pd perkara Formula E ini? Jangan sampai lembaga pemberantasan korupsi ikut campur dalam urusan politik praktis,” sambung Febri.

Dia menegaskan hal tersebut menanggapi pemberitaan bahwa KPK akan buka-bukaan dalam penyelidikan kasus dugaan korupsi Formula E ini. Hal itu dilakukan agar KPK tidak dicurigai seolah-olah mengkriminalisasi Anies Baswedan yang sudah dideklarasikan sebagai capres 2024 oleh Partai NasDem.

Melanjutkan penjelasannya, mantan aktivis ICW ini menekankan bahwa dia tidak pernah bertemu dan berbicara Anies Baswedan, apalagi terkait isu Formula E. Namun, dia melihat adanya potensi tendensi politik yang dapat merusak independensi lembaga pemberantasan korupsi terkait pengusutan kasus penyelenggaraan ajang balap mobil listrik ini.

“Jk itu terjadi, ini adalah tragedi. Bgm cara yakinkan publik bahwa KPK berjalan benar kali ini?” katanya mempertanyakan.

Selain itu pula, menurutnya, ada potensi wilayah abu-abu dalam penerapan Pasal 2 dan 3 UU Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.

Dalam pasal 2 terkait dengan unsur-unsur tipikor. Yaitu, setiap orang, melawan hukum, memperkaya diri sendiri atau orang lain, dan merugikan keuangan negara atau perekonomian negara. Sementara pasal 3 mengatur tentang aspek kesengajaan.

“Ingat, selain unsur2 pasal, aspek Kesalahan tdk bs diabaikan,” tekannya.

Dia mewanti-wanti agar lembaga antikorupsi tersebut tidak memaksakan menjerat seseorang dengan alasan semua unsur telah terpenuhi, atau berlindung di balik kewenangan bisa menghentikan penyidikan, sebagaimana diatur dalam pasal 40 UU KPK yang baru.

“Jangan sampai penegak hukum memaksakan seseorang jd tersangka dg alasan seluruh unsur telah terpenuhi atau toh nanti bisa di SP-3,” katanya menekankan.


Sebelumnya, Ketua KPK Firli Bahuri yang ditengarai ngotot agar Anies Baswedan ditetapkan sebagai tersangka kasus Formula E, juga disebut-sebut menggunakan dalih pasal 40 ini.

Seperti diberitakan Koran Tempo, dalam gelar perkara, merujuk sumber Tempo dari penegak hukum, Firli terus berusaha meyakinkan peserta gelar perkara, baik satgas penyelidik, tim penyidik, maupun tim penuntutan. Ia berpandangan bahwa penyidik masih bisa mengejar bukti-bukti untuk menguatkan adanya korupsi kasus Formula E saat penyidikan.

Agar tim penyelidik tidak ragu, masih mengutip Koran Tempo, Firli juga mengingatkan kewenangan KPK dalam Pasal 40 UU KPK, yaitu menerbitkan surat perintah penghentian penyidikan (SP3) dan penghentian penuntutan ketika penyidik nantinya tidak menemukan bukti yang cukup.

Ayat (1) Pasal 40 UU KPK sendiri menyebutkan bahwa Komisi Pemberantasan Korupsi dapat menghentikan penyidikan dan penuntutan terhadap perkara Tindak Pidana Korupsi yang penyidikan dan penuntutannya tidak selesai dalam jangka waktu paling lama 2 (dua) tahun.

Ketua KPK Firli Bahuri belakangan ramai dikecam banyak kalangan termasuk para pemerhati hukum. Karena dia dinilai telah mempolitisasi bahkan berupaya mengkriminalisasi Anies Baswedan agar tidak bisa maju pada Pemilihan Presiden 2024 mendatang.

Terkait tuduhan tersebut, sebelumnya KPK Firli Bahuri menegaskan pihaknya tidak membeda-bedakan dalam melakukan proses penegakan hukum terhadap mereka yang diduga melakukan tindak pidana korupsi. KPK tidak pandang bulu menindak siapapun pelaku tindak pidana korupsi jika berdasarkan keterangan dan bukti-bukti ditemukan adanya peristiwa pidana.

Karena itu dia memastikan semua yang dilakukan KPK merupakan proses hukum. Sehingga tidak seorang pun menjadi tersangka kecuali karena perbuatannya atau keadaannya berdasarkan bukti permulaan yang cukup patut diduga selaku pelaku tindak pidana.

“Kerja-kerja KPK diuji di Pengadilan. Jadi bukan hasil ramalan, bukan beropini, dan bukan hasil halusinasi. Saya pastikan bahwa proses yang terjadi di KPK adalah proses hukum,” jelas Firli seperti dilansir RMOL.

Sumber: kba

TUTUP
TUTUP