BeritakanID.com - Guru Besar Fakultas Hukum Universitas Al Azhar Indonesia, Prof. Dr. Suparji Ahmad yang juga pakar hukum pidana menegaskan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) harus menghentikan proses hukum Formula E.
Hal itu disampaikan Suparji saat dihubungi KBA News, Sabtu, 8 Oktober 2022, terkait perkembangan proses hukum Formula E yang tengah ditangani KPK dan sejauh ini masih berkutat dalam tahap penyelidikan.
Lebih lanjut ia memberikan analisis hukumnya sebagaimana saat berbincang-bincang dengan jurnalis senior dari Forum News Network (FNN) Hersubeno Arief di kanal YouTube @Hersubeno Point pada Jumat (7/10).
“Ini masih dalam tahap penyelidikan. Dengan demikian, penyelidikan masih menentukan ada peristiwa pidana atau tidak,” ujarnya dalam bincang bertajuk ‘Prof Suparji Ahmad: Tak Ada Unsur Pidana, KPK Harus Hentikan Kasus Anies’.
Menurut Suparji dalam menentukan ada peristiwa pidana atau tidak saja dalam waktu yang relatif lama, itu menunjukkan ketidakjelasan tentang peristiwa pidana dalam konteks kasus tersebut.
“Jadi saya merefleksikan dari pernyataan bahwa ini adalah masih dalam penyelidikan. Dengan demikian belum ada peristiwa pidana dan masih tahap klarifikasi,” tandasnya.
Kemudian jika mencermati konstruksi kasus Formula E ini, kata Suparji, maka kalau konstruksikan sebagai tindak pidana korupsi sejauh pengetahuannya unsur-unsurnya tidak terpenuhi. Baik apakah itu pasal 2, pasal 3, pasal gratifikasi atau pasal suap yang lainnya.
Dalam konteks pasal 2 atau pasal 3 misalnya, yang harus dicermati dalam pasal itu menurut Suparji adalah sesuai dengan semangat pemberantasan korupsi.
Pemberantasan korupsi itu, jelas Suparji adalah melawan sifat-sifat rakus orang yang bermaksud memperkaya diri, orang lain atau korporasi yang itu adalah actus reus (perbuatan) utamanya.
“Sejauh pengetahuan saya unsur-unsur itu tidak terpenuhi dalam arti tidak ada indikasi-indikasi, tidak ada alat-alat bukti atau barang bukti yang menunjukkan bahwa unsur memperkaya itu ada,” tandasnya.
Pada sisi lain cara memperkaya juga harus terpenuhi. Dalam konteks caranya melawan hukum, ini harus jelas melawan hukum formil, melawan aturan perundang-undangan yang berlaku.
“Atau dengan cara menyalahgunakan kewenangan, kekuasaan, sarana prasarana yang diperoleh karena kedudukan atau jabatannya,” imbuhnya.
Kemudian berikutnya, adalah merugikan keuangan negara atau merugikan perekonomian nasional. Itu adalah akibatnya.
Pada sisi yang lain tentunya harus dibuktikan juga mens rea atau niat jahatnya dengan sengaja. Konteksnya di sini adalah bagaimana menghendaki dan mengetahui proyek bersangkutan bermaksud memperkaya diri, orang lain atau korporasi atau kemudian dengan sengaja bermaksud melawan peraturan perundang-undangan berlaku.
Atau dengan sengaja artinya kemudian mengetahui dan menghendaki bahwa ini akan bermaksud merugikan keuangan negara atau perekonomian nasional.
Bagi Suparji, dengan melihat apa yang terjadi di Formula E perhelatan terlaksana dengan baik. Selain itu, memperoleh pendapatan yang sangat signifikan dengan modal yang sangat murah.
Dan pada sisi yang lain, ada proses audit dari BPK yang menunjukkan bahwa program Formula E bisa jalan terus.
Dengan ilustrasi seperti itu, menurut Suparji dapat dikatakan tidak ada peristiwa pidana dalam perhelatan Formula E yang menunjukkan Anies Baswedan melakukan perbuatan tindak pidana.
“Tidak ada alat bukti atau barang bukti yang menunjukkan Anies Baswedan itu melakukan perbuatan sebagaimana yang tercantum di pasal 2 atau 3 Undang-Undang Tindak Pidana Korupsi,” tandasnya.
Menurut Suparji dengan pertimbangan peristiwa pidananya tidak ada, maka sebaiknya laporan atau proses hukum terkait Formula E dihentikan.
“Tidak semua laporan-laporan yang masuk ke KPK terus kemudian ditindaklanjuti dalam persepektif penyelidikan dan penyidikan. Ini adalah demi kepastian hukum,” tegasnya.
Gelar Perkara
Dalam proses tahap penyelidikan ada evaluasi setelah sebelumnya melakukan klarifikasi, membuat terang benderang perkara untuk menentukan ada peristiwa pidana atau tidak berdasarkan alat bukti yang diperoleh. Orang-orang yang dipanggil di tahap ini tatarannnya memberikan klarifikasi.
Nah dalam evaluasi ini, dikatakan Suparji antara lain dilakukan melalui mekanisme apa yang disebut gelar perkara. Dalam gelar perkara inilah kemudian diambil kesimpulan apakah suatu perkara ditingkatkan pada tahap penyidikan atau dihentikan proses kelanjutan.
“Sekiranya dalam gelar perkara mengambil sebuah keputusan rekomendasi ada unsur peristiwa pidana, maka ditingkatkan pada tahap penyidikan,” imbuhnnya.
Dikatakan Suparji, kalau kita lihat dari proses penyelidikan di mana sampai tiga kali gelar perkara maka di situ menunjukkan ketidakjelasan atau kekaburan peristiwa pidananya. Mestinya kalau sudah terang benderang, maka kemudian ditingkatkan ke tahap penyidikan.
“Tetapi sampai berulang-ulang gelar perkaranya, ini kan ada satu kecenderungan upaya untuk meningkatkan ke tahap penyidikan. Kalau (memang) sudah tidak ada peristiwa pidana, maka ini dihentikan,” tandasnya.
Menurut Suparji memang tidak ada batasan berapa gelar perkara, tetapi pengulangan-pengulangan gelar perkara untuk menentukan peristiwa pidananya pada tahap penyelidikan menunjukkan tidak cukupnya alat bukti. Pada sisi lain menunjukkan tidak solidnya di antara komisioner KPK atau terjadi perdebatan yang alot.
“Memang secara kualitatif tidak ada batasan berapa kali gelar perkara, tetapi secara sederhana mestinya bisa dipotret. Ketika dari awal sudah sulit, maka kemudian kan tidak perlu ‘dipaksakan’ mengulang-ulang gelar perkara,” tegasnya.
Percayai Penyelidik
Jika melihat prosesnya sebagaimana hasil investigasi koran Tempo misalnya, yang menyebutkan para penyelidik pun menyatakan tidak bisa menaikkan kasus ke tahap penyidikan, apakah itu juga berarti seharusnya proses hukum Formula E berhenti?
Dikatakan Suparji pihaknya percaya kepada penyelidik, bahwa apa yang dilakukan sebagai usaha menindaklanjuti laporan dari masyarakat. Mereka kemudian mengumpulkan alat-alat bukti.
Kalau dari proses penyelidikan itu tidak menunjukkan adanya alat-alat bukti yang sah dan meyakinkan untuk menentukan adanya sebuah peristiwa pidana, maka menurut Suparji itu sudah cukup untuk dihentikan.
“Jadi mestinya percaya pada proses penyelidikan oleh para penyelidik untuk mengambil sebuah kesimpulan tentang proses hukum yang dijalankan tadi,” demikian Suparji.
Sumber: kba