BeritakanID.com - Sultan Banjar meminta berlian Banjarmasin, 'jarahan perang' yang disimpan di satu museum di Belanda dikembalikan.
Berlian yang saat ini dipamerkan di Rijksmuseum di Belanda, merupakan saksi "sejarah gelap, kekerasan pada zaman kolonial," menurut sejarawan dan kurator.
Berlian 80 karat, "jarahan perang" hampir 160 tahun lalu, sempat diberikan kepada Raja Willem III pada tahun 1862 sebagai hadiah.
Intan ini disebut oleh seorang menteri Belanda pada sekitar tahun 1900an sebagai "benda jelek dan kotor", karena tak pernah berhasil dijual akibat biaya pengolahan yang sangat mahal saat itu.
Kesultanan Banjar menyebut "simbol kesultanan yang dirampas" Belanda ini harus kembali ke tanah Banjar.
"Jika bertemu Raja Belanda, saya akan minta semua barang kesultanan yang ada di Belanda," kata Khairul Saleh, penerus Kesultanan Banjar, yang diberi gelar 'Sultan'.
Raja Belanda, Willem Alexander berkunjung ke Indonesia dan bertemu dengan Presiden Joko Widodo pada Rabu (10/03). Dalam pertemuan ini, Raja Willem menyerahkan secara resmi keris Diponegoro, salah satu artefak dari ribuan yang ada di Belanda.
Pemerintah Indonesia dan Belanda sendiri saat ini tengah melakukan riset terkait benda-benda bersejarah yang ada di museum Belanda dan museum Eropa lain, termasuk berlian ini, di tengah wacana pengembalian berbagai artefak lainnya.
BBC News Indonesia menelusuri asal usul berlian Sultan Adam Al-Watsiq Billah yang berkuasa pada 1786-1857 serta cerita gelap - kekerasan perang zaman kolonial - di balik permata ini.
Benda indah berkilau dengan banyak cerita gelap
Di satu ruangan di Rijksmuseum, Amsterdam, Belanda, berlian Banjarmasin diletakkan di tengah, dengan sejumlah artefak lain dari Indonesia.
Pada satu sore di minggu pertama Maret, sekitar satu jam sebelum museum tutup, setidaknya ada 10 orang dalam waktu 15 menit menatap dan membaca keterangan tentang berlian ini.
Di ruangan "Dutch East Indies" ini juga dipajang artefak dari Lombok yang disebutkan dibawa oleh tentara Belanda setelah menaklukkan kerajaan di sana pada 1894, sebanyak 230 kilogram emas, 7.000 perak dan permata yang tak terhitung jumlahnya.
Ada juga sejumlah meriam yang disebutkan dibawa "setelah Perang Jawa pada 1825-1830."
Nasib berlian Banjarmasin sendiri setelah dibawa ke Belanda pada abad ke-19 dulu tak berjalan mulus.
Setelah ditolak Raja Willem III karena biaya pengolahan yang tinggi, berlian ini disimpan di gudang dan akhirnya diserahkan ke Rijksmuseum sebagai "milik pemerintahan kolonial" pada 1902. Kondisi ini yang disebut seorang menteri saat itu sebagai "benda jelek dan kotor," yang ingin dibuangnya.
Di museum terbesar di Belanda ini, berlian Banjarmasin ini juga sempat puluhan tahun tersimpan di gudang sampai akhirnya dipajang lagi pada 2013 dan menjadi "36 karat" dari yang semula "80 karat".
Keterangan resmi saat ini tertulis, "Berlian ini adalah jarahan perang. Berlian ini dulu dimiliki oleh Panembahan Adam, Sultan Banjarmasin (Kalimantan)."
"Setelah kematian sultan, Belanda ikut campur dalam perang suksesi kesultanan. Pada tahun 1859, tentara Belanda menguasai Banjarmasin dengan kekerasan dan menghapuskan kesultanan."
Tulisan "jarahan perang" di keterangan baru tercantum dalam beberapa tahun terakhir.
Seorang sejarawan Belanda, Caroline Drieenhuizen mengatakan pada tahun 2017, keterangan tentang berlian ini tertulis, "Setelah ada masalah terkait suksesi, Belanda memutuskan untuk menghentikan kesultanan. Berlian ditetapkan sebagai milik negara Belanda.
Keterangan, yang menurut Caroline, tidak menyertakan apa yang terjadi di Borneo saat itu.
"Menurut saya masih ada mentalitas kolonial. Orang di Belanda menulis sejarah berdasarkan perspektif mereka dan itu harus berubah karena ada sejarah Indonesia di balik itu," kata Caroline.
Namun ia menyatakan beberapa tahun belakangan ini ada perubahan dengan dilakukan riset oleh berbagai museum, termasuk Rijksmuseum, terkait sejarah artefak-artefak Indonesia.
Kurator Rijksmuseum, Harm Stevens, mengatakan pihak museum "terbuka dengan semua masukan" dan terbuka dengan diubahnya keterangan terkait berlian.
"Museum selalu terbuka dengan berbagai usulan. Perubahan ini adalah upaya untuk membuka sisi gelap dari benda ini untuk ditunjukkan ke pengunjung. Dan sisi gelap ini adalah tanggung jawab dari pemerintah Belanda." kata Harm. (bbc.com)