BeritakanID.com - TAP MPRS No 33 Tahun 1967 secara umum isinya Sukarno (Bung Karno) tidak dapat bertanggung jawab secara konstitusional dan melarang untuk melakukan kegiatan politik hingga pemilihan umum. Lewat ketetapan MPRS itu, secara resmi berakhir pula kekuasaan Presiden Soekarno masa itu dan digantikan oleh Soeharto.
“Tidak bisa dong menghapus begitu saja dan apanya yang dihapus? Itu fakta, fakta bahwa Presiden Sukarno tidak bersikap. Ia pasif, diam, dan ragu-ragu untuk bertindak. Kan tidak bisa, negara sedang dalam bahaya,” kata sejarawan Ridwan Saidi dalam wawancara dengan BBC belum lama ini.
Ia juga menambahkan, pada tahun 2003 tidak ada sidang MPR dan pembahasan untuk mencabut ketetapan MPRS sebelumnya.
“Tahun 2003 itu presidennya Ibu Megawati. Sidang MPR baru tahun 2004 dan itu tidak membahas TAP-TAP MPRS, tidak membahas. Jadi harus ditertibkan dulu pernyataan bahwa MPR tahun 2003 mencabut, setahu saya, sidang MPR pun tidak ada,” ujarnya.
Ridwan mengatakan, TAP MPRS XXXIII merupakan hasil dari tuntutan dari dirinya dan rekan aktivis Angkatan 66 atas sikap Sukarno yang tidak bersikap atas pembunuhan jenderal dan dugaan keterlibatan PKI.
“[TAP MPRS itu] tuntutan kami, pergerakan KAMI waktu itu, bahkan sampai minta Sukarno diadili, Cuma Pak Suharto yang tidak mau. Jadi aneh menghapus itu,” katanya yang saat itu menjabat sebagai Kepala Staf Batalion Soeprapto Arief Rahman Hakim.
Ridwan juga menyebut perlakuan rezim Orde Baru terhadap Sukarno masuk dalam kategori normal. Menurutnya, Sukarno tidak diadili dan ditahan, berbeda ketika Sukarno menahan para pemimpin Masyumi.
Sumber: SN