BeritakanID.com - Presiden Jokowi membatalkan kedatangan pada pembukaan Munas Korps Alumni Himpunan Mahasiswa Islam (KAHMI) XI di Palu, Jumat 25 November 2022. Pembatalan terjadi H-2 sebelum acara.
Tulisan Ayu Nitiraharjo yang mengungkap di balik batalnya Presiden Jokowi menghadiri Munas KAHMI ke-XI di Palu pun viral di berbagai grup pesan singkat Whatsapp dan media sosial. Dalam tulisannya tersebut, Ayu mengungkapkan protokol presiden meminta Panitia Munas untuk mencoret nama Anies Rasyid Baswedan, Ph.D dari daftar undangan upacara pembukaan Munas.
Namun, panitia Munas KAHMI akhirnya memilih undangan untuk Anies Baswedan hadir di pembukaan Munas tidak dibatalkan. Konsekuensinya, presiden yang sebelumnya berkomitmen untuk hadir pun akhirnya membatalkan hadir, digantikan oleh Wakil Presiden KH Ma’ruf Amin.
Karena ada kekhawatiran, kalau Anies berada di dalam ruangan, presiden pasti kalah pamor dengan Anies. Prediksi itu pun terbukti. Saat wapres membuka acara, peserta Munas beramai-ramai dan kompak meneriakkan nama Anies. Teriakan berulang-ulang, sampai Wapres Ma’ruf Amin pun harus menyebut nama Anies.
Menanggapi pembatalan kedatangan Presiden Jokowi di Munas KAHMI itu, pakar hukum tata negara alumnus UGM, Dr. Refly Harun menilai peristiwa tersebut menunjukkan istana mulai panik dengan Anies Baswedan. “Atau paling tidak istana khawatir kalah pamor dengan Anies. Ini ditengarai mirip seperti yang terjadi saat Jokowi memilih salat Idul Fitri di luar Jakarta, saat Anies menggelar salat Idul Fitri di Jakarta International Stadium (JIS). Ini logika politik yang mudah dipahami,” kata Refly.
Padahal, kalau bicara soal pamor itu kan, kata Refly, hanya soal tempat saja. “Kalau di GBK kemarin, pamor Jokowi yang paling tinggi kan. Tetapi masalahnya Jokowi adalah Presiden Republik Indonesia yang harusnya mengatasi semua golongan dan semua grup di dalam masyarakat, sehingga menjadi lucu kalau seorang presiden takut kalah pamor dibandingkan tokoh non-presiden,” ujar dia.
Padahal, kata Refly, Jokowi harusnya tidak perlu khawatir, karena dia tidak akan mencalonkan diri lagi sebagai presiden ataupun wakil presiden.
“Meskipun sudah di periode ke-2, masalahnya tidak menunjukkan kematangan dalam berpolitik. Ini kita bicara dua dimensi, kebesaran hati dan jiwa serta orientasi politik. Kalau kebesaran jiwa, masak sih tidak bisa diatur. Misalnya ketika Jokowi datang tolong tertib, jangan foto-foto dengan Anies. Anies disuruh duduk duluan. Sementara dalam orientasi politik, meskipun KAHMI cenderung ke kanan, tidak semua anggota KAHMI beroposisi terhadap pemerintah, tetapi menyebar di seluruh spektrum politik.
Bahkan tokoh KAHMI Mahfud MD merupakan Menkopohulkam di kabinet Jokowi,” terang dia. Mahfud MD bahkan sempat mengunggah foto perjalanannya menuju Munas KAHMI di Palu, Sulawesi Tengah bersama Anies dan Jusuf Kalla dengan Anies berada di posisi tengah di dalam foto yang diunggah Mahfud MD tersebut. Jusuf Kalla juga tercatat pernah menjadi Wakil Presiden Jokowi.
“Banyak cerita di belakang panggung, yang menunjukkan pemimpin kita adalah pemimpin yang peduli rakyat atau tidak. Apakah pemimpin yang sesungguhnya hanya memikirkan diri dan kelompoknya saja. Tetapi tentu gosip-gosip politik seperti ini tidak mungkin kita sampaikan di ruang publik, meskipun suatu hari kelak rakyat akan tahu apakah seorang pemimpin merupakan national hero atau sebaliknya. Ini sebenarnya berlaku juga untuk Anies Baswedan dan tokoh-tokoh politik lainnya,” kata Refly.
Sumber: kba
