BeritakanID.com - Abdurrahman Baswedan selama hidupnya memang dikenal sebagai tokoh umat Islam. Selain aktif di Partai Islam “Masyumi” dalam rentang waktu tahun 1950-1960, kakek mantan Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan juga aktif di berbagai organisasi kemasyarakatan Islam.
Lahir di Surabaya pada 9 September 1908, sejak usia 17 tahun Baswedan sudah aktif sebagai dai Muhammadiyah dan menjadi anggota Jong Islamieten Bond (JIB).
Meski demikian, pelopor kesadaran nasionalisme di kalangan keturunan Arab pada masa penjajahan Belanda dan terlibat dalam Badan Penyelidik Usaha dan Persiapan Kemerdekaan Indonesia (BPUPKI) ini juga orang yang memiliki pergaulan luas. Spektrum persahabatannya melintasi batas suku, etnis, dan agama.
Salah seorang sahabat karib diplomat yang berjasa dalam memperjuangkan pengakuan Mesir terhadap kemerdekaan Indonesia ini adalah YB Mangunwijaya. Dengan pastor agama Katolik yang bernama lengkap Yusuf Bilyarta Mangunwijaya itu, Baswedan saling kunjung-mengunjungi ke rumah masing-masing.
Baswedan kerap beranjangsana ke rumah penulis novel Burung-Burung Manyar tersebut di pinggir kali Code, Yogyakarta. Arsitek yang akrab disapa Romo Mangun ini memang lekat dengan kampung Code ini. Karena Romo Mangun membela masyarakat dan menata rumah warga di pemukiman yang sebelumnya tidak diakui oleh Pemerintah Yogyakarta tersebut.
Demikian pula Romo Mangun membalas kunjungan dengan bersilaturahmi ke kediaman Baswedan di Kompleks Taman Yuwono, di Jalan Dagen Nomor 11 Sosromenduran, Gedongtengen. Tokoh yang digelari Pahlawan Nasional pada tahun 2018 ini tinggal di kompleks tersebut sejak Ibu Kota Negara pindah ke Yogyakarta pada April 1946.
Baswedan menempati rumah yang dipinjamkan oleh Haji Bilal Atmajoewana tersebut sampai meninggal dunia pada 16 Maret 1986. Haji Bilal yang dikenal sebagai pengusaha batik menyediakan 40 rumah untuk para pejuang republik yang datang dari Jakarta ketika itu.
“Walaupun keduanya berbeda agama, ternyata hal ini tidak merupakan penghalang terhadap persahabatannya. Bahkan antara keduanya saling kunjung-mengunjungi ke rumah masing-masing. Dan di tempat itulah mereka secara akrab, bebas dan santai saling mengemukakan pemikirannya,” tulis Suratmin dalam buku Abdul Rahman Baswedan: Karya dan Pengabdiannya (1989).
Suratmin menjelaskan keduanya memang banyak memiliki banyak kesamaan pandangan dalam menanggapi persoalan politik yang serba korup pada masa Orde Baru ketika itu hingga masalah-masalah sosial.
Dalam sebuah kasus, kakek Anies yang pernah menjabat Menteri Muda Penerangan pada kabinet Sjahrir (2 Oktober 1946-26 Juni 1947) ini mendukung Romo Mangun yang mengkritik tentang film Roro Mendut. Karena dalam film tersebut, Roro Mendut digambarkan melakukan aksi bunuh diri.
“Maka Baswedan segera memberi wawancara di KR bahwa ia sependapat dengan Romo tersebut, [karena] tidak sesuai dengan perjanjian dengan produksi film tersebut. Meskipun Baswedan dan Mangunwijaya berlainan agama. Sebab agama Islam melarang keras bunuh diri,” tulis Suratmin lagi.
Melihat keakrabannya keduanya, tetangganya pun sampai heran mengapa Baswedan sering dikunjungi seorang pastor dan tampak asyik dalam bercengkrama. Mengingat ketika itu, Baswedan merupakan Ketua Dewan Dakwah Islamiyah Indonesia (DDII) Yogyakarta.
Kedekatan itu pula yang mendorong Romo Mangun bertakziyah tiga hari setelah meninggalnya Baswedan pada 16 Maret 1986 di Rumah Sakit Islam Cempaka Putih, Jakarta, dan dimakamkan di TPU Tanah Kusir. Romo Mangun sendiri wafat pada 10 Februari 1999.
Selain dengan Romo Mangun, kakek Anies Baswedan tersebut juga bersahabat karib dengan tokoh Katolik terkemuka lainnya di Yogyakarta, Theodoor Willem Geldorp (1922-2001). Dengan Pemimpin Umum/Penanggung Jawab Majalah Basis (1965-1995) yang akrab disapa Romo Dick Hartoko SJ itu, Baswedan juga saling mengunjungi.
“Hubungan pribadi mereka baik sekali,” jelas anak bungsunya, Samhari Baswedan, seperti dikutip dari Majalah Tempo edisi 14 – 20 September 2008, seraya menambahkan, keduanya kerap berdiskusi yang meski tak selalu sepaham tetapi saling menghormati pendapat masing-masing.
Kedekatan keduanya terlihat dari respons Romo Dick Hartoko SJ saat mendengar kabar AR Baswedan sakit keras. Ketika sedang bersiap memimpin misa di Gereja Katolik Kota Baru, salah satu gereja tertua dan terbesar di kota pelajar tersebut, secara spontan dia meminta jemaatnya ikut mendoakan kesembuhan tokoh Islam tersebut.
“Peristiwa itu membuat Yogyakarta gempar,” kata Samhari menggambarkan.
Anies Baswedan yang tinggal bersama sang kakek juga melihat langsung bagaimana kedekatan tokoh yang dia panggil dengan sebutan Jidatuk tersebut dekat dengan berbagai kelompok masyarakat, termasuk dengan dua pastor di atas.
“Kakek saya adalah salah satu yang terlibat dalam perancangan Republik ini. Dan persahabatannya, melampaui, melampaui. Etnik, suku, agama dan lainnya. Melampaui itu semua. Kebetulan salah satu sahabat beliau di Yogya adalah Romo Mangun dan Romo Dick Hartoko. Kalau ketemu sudahlah pasti ngobrol lama. Saya juga heran,” jelasnya beberapa waktu lalu.
Sumber: kba