BeritakanID.com - Elektablitas Anies Baswedan-Muhaimin Iskandar (AMIN) diprediksi masih akan terus menunjukkan tren kenaikan. Masyarakat yang belum menentukan pilihan (undecided voters) dinilai akan mengarahkan dukungan kepada pasangan capres-cawapres nomor urut 1 seiring dengan gencarnya program Desak Anies dan Debat Capres secara resmi masih menyisakan tiga putaran lagi.
Keunggulan dalam berkomunikasi serta kekuatan gagasan perubahan yang ditopang dengan rekam jejak selama ini menjadi modal penting bagi Anies untuk meyakinkan meyakinkan undecided voters lewat forum Debat Capres dan Desak Anies.
Desak Anies sendiri yang telah dilaksanakan di 11 kota adalah pogram kampanye dialogis yang memberikan kesempatan kepada masyarakat untuk bertanya dan menyampaikan tuntutan secara langsung serta dijawab Anies saat itu juga.
Meski demikian, di sisa waktu yang menyisakan 45 hari jelang pencoblosan 14 Februari 2024 mendatang, peluang Anies-Muhaimin dinilai sangat kecil untuk bisa menyalip tingkat keterpilihan Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming Raka apalagi meraih 50 persen plus 1 suara yang membuat menang 1 putaran kalau hanya berharap limpahan suara undecided voters.
Karena kalau merujuk temuan terbaru Centre for Strategic and International Studies (CSIS) yang rilis Rabu, 27 Desember 2023 kemarin, elektabilitas AMIN 26,1 persen di bawah Prabowo-Gibran (43,7 persen) dan di atas Ganjar Pranowo-Mahfud MD (19,4 persen). Sementara 10,9 persen responden yang belum menentukan pilihan dan tidak menjawab.
“Kalau melihat keterangan CSIS, yang belum menentukan (pilihan) sekitar 10 persen. Itu artinya dua putaran kalau kita merujuk CSIS. Tapi kata kuncinya adalah Pak Anies suaranya melejit dan trennya terus naik,” jelas pengamat politik Dr. Robi Nurhadi kepada KBA News kemarin, Jumat, 29 Desember 2023.
Meski demikian, lanjut dosen Universitas Nasional (Unas) Jakarta ini, dalam politik semua hal bisa terjadi. Termasuk kemungkinan beralihnya suara pemilih dari satu kandidat ke kandidat lain karena tiba-tiba ada isu besar yang sangat mempengaruhi.
“Tapi kan tetap ada hal lain yang harus tetap dipertimbangkan bahwa politik itu cair, kapan pun bisa berubah. Kalau kemudian pada situasi menjelang pemilihan ada isu penting yang mempengaruhi, bisa saja yang satu kandidat suaranya drop kemudian pindah ke yang lain,” paparnya.
Seperti misalnya istilah yang disematkan media internasional asal Timur Tengah, Al Jazeera, kepada Gibran sebagai “nepo baby”, yang merupakan singkatan dari nepotism baby atau bayi nepotisme. Sebuah istilah yang biasanya ditujukan untuk orang-orang yang memiliki karier cemerlang namun karena “bantuan” ketenaran nama orang tua dan keluarganya.
Meski putra Presiden Joko Widodo itu disebut berhasil menepis tuduhan “nepo baby” itu berkat penampilannya pada debat cawapres perdana Jumat pekan lalu, namun Al Jazeera juga menuliskan tetap sulit untuk menghapuskan sama sekali adanya citra keluarga terhadap sosok Wali Kota Solo tersebut.
“Saya tidak tahu apakah pengaruh catatan Al Jazeera terkait dengan Gibran yang disebut ‘nepo baby’ itu bisa mempengaruhi atau tidak. Tapi paling tidak dunia internasional memberi catatan khusus,” ungkap doktor dari Pusat Studi Sejarah, Politik dan Strategi Universiti Kebangsaan Malaysia (UKM) ini.
“Biasanya kalau suara pro demokrasinya kuat, maka boleh jadi itu seperti meteor yang akan masuk ke ruang politik Indonesia dan itu bisa mempengaruhi suara Prabowo. Artinya ada satu peluang isu yang memungkinkan suara Prabowo itu turun,” demikian Dr. Robi Nurhadi.
Sumber: kbanews