BeritakanID.com - Dewan Pakar Tim Nasional Pemenangan Pasangan Anies Baswedan-Muhaimin Iskandar (Timnas AMIN) Bambang Widjojanto mengungkapkan selama ini laporan dari Timnas AMIN ke Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) dan KPU RI terkait bukti audit sistem IT KPU tidak direspons dengan baik.
Menurut Bambang, pengajuan surat itu sebanyak dua kali ke KPU dan satu kali ke Bawaslu.
“Kita siap dengan tim forensiknya. Karena selama ini audit IT terhadap sistem KPU tidak pernah dilakukan. Dua surat dari tim hukum AMIN tidak pernah dijawab,” kata Bambang kepada media di Sekretariat Koalisi Perubahan di Brawijaya X, Jakarta Selatan, Jumat, 16 Februari 2024.
Dia mengatakan audit tersebut penting dilakukan untuk mendeteksi adanya indikasi suara yang raib.
“Surat kami kepada Bawaslu untuk supaya melakukan audit juga tidak dilakukan dan analisis kami mengonfirmasi memang ada sistem yang algoritmanya itu sudah dibangun,” ujarnya.
Selain itu, audit sistem IT dilakukan agar tidak mengulang kasus serupa pada setiap momentum pemilu. Sebab, katanya, indikasi kecurangan kerap terjadi pada momen pemilu sekali 5 tahun.
“Jadi metode forensik lainnya akan kami lakukan, dan ini akan dijelaskan nanti di dalam ahli. Karena kalau kita buka sekarang, ya dia akan menggunakan itu (ada antisipasi),” ungkapnya.
Bambang mempersoalkan hasil quick count oleh sejumlah lembaga survei. Dia menduga ada jual beli suara di rekapitulasi suara di kecamatan.
“Kecurangan yang ketiga, dengan diluncurkannya psikologi melalui quick count, maka kemungkinan besar transaksi jual beli suara di proses rekapitulasi kecamatan bisa dengan mudah dilakukan. Dan itu yang harus diwaspadai,” tutur Bambang.
Mantan Anggota Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) ini menceritakan temuan itu di DKI Jakarta, Kota Administrasi dari data KPU RI dengan datanya Kawal AMIN.
Di situ kelihatan paslon nomor urut 1 suaranya 108. Lalu, paslon nomor urut 2 terdapat 74 suara dan paslon nomor urut 3 dapat 16 suara. Kemudian, lanjut Bambamg, suara itu berubah.
“Yang nomor 1 tetap 108, nomor 2 kemudian jadi 748. jadi ditambahkan itu. Angkanya di situ akhirnya bisa ribuan itu. Dari 7 TPS saja bisa 6.000-an lebih, itu contoh-contohnya,” jelasnya.
“Ini betul-betul bukan sekadar salah menulis. karena mestinya IT atau artificial intelligence yang ada dalam sistem IT KPU itu dia bisa membaca. Ini kalau sistemnya memang tidak dibangun dengan rekayasa tertentu, sulit itu (maksudnya ngga bakal terjadi mark up),” sambungnya.
Dia menilai kalau masalah fundamental begitu saja KPU tidak bisa melakukan, pantas saja kalau Timnas AMIN mencurigai ada indikasi kuat membangun sistem yang memang sudah diotomatisasi.
“Mari kita lihat di Kota Bandung. Yang kita potret baru 2 perden dari populasi TPS. dan hasilnya ditemukan penggelembungan suara yang kira-kira di atas 2 persen. Baru 2 persen dari populasi, kecurangannya itu adalah 2 persen, sampai 3 persen dari jumlah suara itu,”
“Jadi kalau sudah 100 persen di kota Bandung kita, bisa perhitungkan. Jadi kira-kira penggelembungan yang di bawah 2 di populasi 2 persen yang hasilnya 2 persen sampai 3 persen itu udah 1,500 (suara). Kalau 100 persen dibagi 20, dikali aja 50, ada puluhan ribu (penggelembungan suara). Ini baru Kota Bandung saja,” tambahnya.
Bambang menilai sekarang ini ada pola lain. Karena ini sudah ketahuan loncatannya hingga 600, 700, 800 (per TPS). Dengan di angka itu, sekarang ini Timnas AMIN menduga penambahannya itu dilakukan 100-100 setiap TPS. Ada pola itu. Ini liciknya luar biasa.
“Hari ini, dengan tim IT forensik kami, kita bisa membuktikan bahwa rekayasa sistem itu terjadi. Kecurangan yang ketiga, dengan dihancurkannya psikologi melalui quick count, maka kemungkinan besar transaksi jual-beli suara di proses rekapitulasi kecamatan bisa dengan mudah dilakukan. Dan itu yang harus diwaspadai,” tegasnya.
“Udah lah, ngaku kalah aja. Lu harganya berapa?’ Diduga bisa seperti itu. Ini sungguh-sungguh menghancurkan proses demokratisasi karena tidak ada keadaban apalagi integritas,” tutupnya.
Sumber: kbanews
