BeritakanID.com - Kecurangan pada Pemilu 2024 yang terstruktur, sistematis dan masif diduga telah dilakukan mulai dari hilir sampai ke hulu.
Mulai dari tengara amburadulnya daftar pemilih tetap (DPT), penggunaan fasilitas negara untuk pasangan calon tertentu, bantuan sosial (bansos) hingga dugaan adanya cawe-cawe aparatur pemerintah.
Akademisi di Kabupaten Ponorogo, Jawa Timur, Assoc. Prof. Dr. Muhammad Fajar Pramono, M. Si, saat dihubungi KBA News, Selasa, 20 Februari 2024 mengatakan, dugaan kecurangan tidak bisa semata-mata dilihat dari perhitungan oleh KPU RI saja.
“Akan tetapi juga bisa dilihat bahwa tengara adanya keterlibatan aparat negara dalam mempengaruhi perilaku pemilih. Termasuk dalam kasus fenomena MK (Mahkamah Konstitusi, red),” kata Fajar.
Ia mencontohkan, saat pencoblosan terlihat ada sebagian TPS tidak mendapatkan surat undangan lalu ada kartu yang sudah dicoblos. Kemudian, ketika perhitungan suara, ditemui salah tulis angka dan partai. Maka, ujungnya, ada fenomena Sirekap KPU RI dan segala konsekuensinya.
“Karena itu, tak heran jika banyak pihak yang menyebut bahwa Pemilu 2024 adalah pemilu terburuk sepanjang sejarah politik dan demokrasi di Indonesia. Dan Bung Eep Saifulloh tidak bisa disalahkan,” ungkap Fajar.
Artinya, lanjut Fajar, Pemilu 2024 tidak akan legitimate. Apalagi ditambah perilaku penyelenggara pemilu telah melakukan kesalahan fatal. “Dan hanya diselesaikan permohonan maaf yang bersangkutan.”
Juga figur MK yang disinyalir adalah pamannya sendiri dan juga sudah dinyatakan melakukan pelanggaran berat.
“Maka kondisi Pemilu 2024 itu legitimasinya pada titik nadlir. Artinya, jika menghitungnya benar saja belum tentu diakui, apalagi yang menghitungnya salah. Dan disinyalir banyak manipulasi.”
Dus, menurut Fajar, saat ini Pemilu sudah bisa di bilang tidak legitimate. Baik penyelenggara maupun pelaksanaan serta pengawasannya. “Ini Pemilu 2024 yang tidak legitimate.”
Sumber: kbanews