BeritakanID.com - Pakar hukum tata negara Feri Amsari heran insiatif partai politik pendukung Anies-Muhaimin dan Ganjar-Mahfud yang akan menggunakan hak angket melalui anggotanya di DPR untuk mengungkap berbagai persoalan dan kecurangan pada Pemilu 2024 ini disebut akan membuat chaos atau kerusuhan.
Menurut salah satu pemeran film dokumenter eksplanatory “Dirty Vote” ini, tuduhan itu hanya untuk menakut-nakuti agar hak angket tidak digulirkan. Karena itu tidak perlu dihiraukan.
Sebab, hak angket merupakan hak konstitusional DPR sehingga sangat tepat untuk digunakan dalam menyelidiki secara resmi berbagai dugaan kecurangan yang sudah banyak terungkap di publik.
“Kalau orang suka ribut, mau benar, mau salah, dia juga buat ribut itu. Tapi kalau ini kan semua ada prosedur konstitusionalnya. Ada ketentuan di Undang-Undang Dasar peraturannya,” jelasnya dalam podcast di kanal YouTube @Novel Baswedan, dikutip KBA News Senin, 26 Februari 2024.
“Jadi kalau DPR menggunakan haknya, yang namanya hak DPR, kalau kemudian tidak digunakan ya DPR-nya nya sendiri yang rugi. Kalau DPR rugi, tentu rakyat yang diwakili juga mengalami kerugian,” sambungnya.
Menurutnya hak angket ini penting terutama juga mengetahui apakah Presiden Jokowi melanggar UU atau tidak, atas sejumlah pernyataan dan kebijakan yang dilakukannya terkait pelaksanaan Pemilu 2024.
“Nah inilah yang menjadi bagian dari hak angket untuk menyelidiki apakah tindakan dan kebijakan presiden telah melanggar hukum atau tidak, atau membuat presiden tidak lagi memenuhi syarat menjadi presiden,” ucapnya.
Dia memang tidak menampik hasil hak angket DPR ini bisa menjadi celah bagi DPR untuk menggulirkan hak menyatakan pendapat yang berujung pada pemakzulan kepala negara.
Di samping itu, akademisi Universitas Andalas, Padang, Sumatera Barat ini juga mempertanyakan sejumlah guru besar hukum tata negara yang menyebut hak angket DPR tidak bisa untuk menyelidiki kecurangan pemilu. Bahkan ada lagi yang menuduh hak angket DPR ini hanya gertakan.
“Saya juga dengar itu ada beberapa guru besar yang sudah ke mana-mana alam pikirannya. Padahal dia sendiri yang mengajarkan bahwa hak angket itu adalah hak (DPR). Jadi kalau kemudian dia mengatakan ini gertak politik, itu kan kayaknya jauh sekali dari cakrawala keilmuan hukum tata negara,” tandasnya.
Sebagaimana diberitakan sebelumnya, pakar hukum tata negara yang juga pendukung Prabowo-Gibran, Prof. Yusril Ihza Mahendra menilai UUD NRI 1945 telah secara spesifik menegaskan dan mengatur penyelesaian perselisihan pilpres melalui MK. Maka penggunaan angket untuk menyelesaikan perselisihan tersebut tidak dapat digunakan.
Dia memandang penggunaan angket hanya membuat perselisihan hasil pemilu atau pilpres berlarut-larut. Apalagi, hasil angket juga hanya berbentuk rekomendasi, atau paling banter pernyataan pendapat DPR.
Menurut Yusril, penggunaan hak angket DPR hanya berpotensi menyebabkan negara dalam ketidakpastian dan berujung pada chaos. Sebaliknya, penyelesaian lewat MK bisa membuat kepastian hukum. “Kalau niatnya mau memakzulkan Jokowi, hal itu akan membawa negara ini ke dalam jurang kehancuran,” kata Yusril.
Apalagi sambung Yusril, proses hak menyatakan pendapat yang menjadi celah pemakzulan akan memakan lama panjang bahkan diyakini hingga melewati batas akhir pemerintahan Presiden Jokowi pada 20 Oktober mendatang. Karena proses pemakzulan juga akan melibatkan MK dan MPR.
“Kalau 20 Oktober 2024 itu presiden baru belum dilantik, maka negara ini berada dalam vakum kekuasaan yang membahayakan. Apakah mereka mau melakukan hal seperti itu? Saya kira negara harus diselamatkan,” katanya.
Pakar hukum tata negara lainnya yang juga mantan Ketua MK Prof. Jimly Asshiddiqie menilai usulan penggunaan hak angket dugaan kecurangan Pilpres 2024 waktunya tak cukup untuk direalisasikan. Dia pun menilai usul hak angket sekadar gertak politik.
Sementara cawapres urut 3 Prof. Mahfud MD menjelaskan penyelesaian kisruh pelaksanaan Pemilu 2024 bisa dilakukan lewat dua jalur. Yaitu jalur hukum melalui MK dan jalur politik melalui hak angket. Kalau dipersonifikasikan, penyelesaian Pemilu 2024 melalui jalur hukum untuk menggugat kemenangan pasangan calon nomor 2 Prabowo-Gibran. Sedangkan jalur angket untuk mengadili Presiden Jokowi secara politik.
“Keduanya jalur yang terpisah,” ucap mantan Ketua MK ini.
Adresat angket ini menargetkan presiden karena kebijakannya yang terkait pelaksanaan UU dalam kebijakan apa pun, termasuk kebijakan yang kemudian terkait dengan pelaksanaan pemilu, bukan hasil pemilu.
Dia mengakui jalur politik melalui angket di DPR tak bisa membatalkan hasil pemilu tapi bisa menjatuhkan sanksi politik kepada presiden, termasuk impeachment, tergantung pada konfigurasi politiknya.
Meski memakan waktu lama, Mahfud MD pun memastikan proses pemakzulan ini tidak terikat waktu dengan periode masa pemerintahan presiden.
“Pemakzulan memang perlu waktu lama dan hati-hati. Diaturnya memang begitu agar tak sembarangan bisa memakzulkan presiden. Tidak bisa buru-buru agar tak sembarangan. Tetapi jika ada akibat hukum pidana dari temuan dan keputusan politik angket, betapa pun lambatnya, masih bisa terus ditindaklanjuti tanpa terikat periode,” tandasnya.
Sumber: kbanews