BeritakanID.com - Menteri Koordinator Bidang Maritim dan Investasi (Menko Marves) Luhut Binsar Pandjaitan menilai kritik dari sejumlah kampus terhadap pemerintahan Presiden Joko Widodo sebagai politisasi. Menurutnya, kritik itu tak tepat dilakukan menjelang hari pencoblosan Pemilu 2024.
"Ya, apa perlu zaman sekarang ini, itu kan politisasi tuh, politisasi," kata Luhut dalam Political Show Podcast CNN Indonesia yang disiarkan Rabu (7/2).
"Lah, zaman lagi orang kampanye begini sudah sedekat penusukan [pencoblosan Pilpres] masih kasih statement-statement begitu. Menurut saya hemat saya enggak pas," tambahnya.
Luhut mengaku telah meminta bertemu para guru besar dan akademisi kampus yang mengeluarkan pernyataan sikap mengkritik Jokowi itu setelah 14 Februari.
Ia ingin menyampaikan kepada para guru besar kampus-kampus tersebut seyogyanya memberikan ketenangan, bukan sebaliknya membuat kontroversi.
"Saya mau ngajak, mau bilang profesor-profesor itu, kalau guru besar itu harus membuat ketenangan, bukan membuat kontroversi yang dia tidak lengkapi informasinya membuat cerita-cerita macam-macam. Itu enggak bagus buat dia sebagai profesor dan sebagai institusi pendidikan. Enggak bisa," tambahnya.
Luhut lantas menilai suara rakyat akan diejawantahkan dalam pencoblosan di tempat pemungutan suara (TPS) 14 Februari mendatang. Namun, ia memastikan tiap orang memiliki hak untuk berbicara di iklim demokrasi yang dianut Indonesia.
"Saya memberikan masukan sebagai warga negara juga. Ya, kenapa kita si intelektual ini jadi membuat ricuh. Ini tuh pesta rakyat setiap lima tahun," kata Luhut.
"Ya enggak usah diam, tapi jangan dipolitisasi lah," tambahnya.
Para civitas academica puluhan perguruan tinggi, baik negeri maupun swasta baru-baru ini mengeluarkan petisi atau pernyataan sikap mengkritik demokrasi era Jokowi yang dianggap mengalami kemunduran.
Berawal dari Petisi Bulaksumur, UGM, Yogyakarta, pernyataan sikap tersebut terus merebak di kampus-kampus penjuru Indonesia.
Kampus-kampus juga menyampaikan kritik sekaligus kekhawatiran atas netralitas penyelenggara negara di Pemilu 2024, serta kemunduran demokrasi.
Para akademisi tersebut tak pernah menyatakan apa yang mereka lakukan terkait dengan politik terutamaPilpres 2024. Misalnya civitas academica serta alumni Sekolah Tinggi Filsafat (STF) dan Teologi dari seluruh Indonesia yang mengatakan aksi mereka orkestrasi moral dan orkestrasi elektoral.
Tudingan dari sejumlah pejabat juga kerap dialamatkan pada para akademisi itu yang menuding mereka terkait dengan kelompok politik tertentu di Pemilu 2024. Namun hal ini juga sudah dibantah oleh para akademisi.
Sumber: cnnindonesia