Tom Lembong Benar! Bisnis Tambang Nikel Dunia Gelap, Glencore Tutup Pabrik

Tom Lembong Benar! Bisnis Tambang Nikel Dunia Gelap, Glencore Tutup Pabrik

BeritakanID.com - Raksasa pertambangan global Glencore mengumumkan penutupan permanen operasi nikelnya di Prancis, yang berlokasi di Kaledonia Baru.

Penutupan ini akan berdampak pada 500 karyawan yang bekerja di tambang dan pabrik pengolahan nikel tersebut.

Mengutip Reuters, Selasa (13/2/2024) keputusan ini diambil setelah Glencore mengalami kerugian signifikan dalam beberapa tahun terakhir akibat jatuhnya harga nikel global akibat pasokan nikel yang berlimpah, Indonesia pun disebut sebagai salah satu penyebabnya.

Faktor lain yang berkontribusi adalah biaya operasi yang tinggi di Kaledonia Baru dan kondisi pasar yang tidak menguntungkan.

"Keputusan ini sangat sulit, dan kami memahami dampaknya terhadap karyawan dan komunitas lokal," kata CEO Glencore, Gary Nagle.

"Kami telah berupaya keras untuk menemukan solusi yang berkelanjutan, tetapi sayangnya, penutupan operasi adalah satu-satunya pilihan yang tersisa." katanya.

Glencore telah menawarkan bantuan kepada para karyawannya yang terkena dampak, termasuk paket pesangon dan program pelatihan ulang. Perusahaan juga akan bekerja sama dengan pemerintah Prancis untuk mencari solusi bagi komunitas lokal.

Penutupan operasi nikel Glencore di Prancis merupakan pukulan telak bagi industri pertambangan di negara tersebut. Kaledonia Baru merupakan salah satu produsen nikel terbesar di dunia, dan penutupan ini akan berdampak signifikan pada ekonomi lokal.

Kebangkrutan pabrik Glencore ini sejalan dengan pernyataan Co-Captain Timnas AMIN Thomas Lembong yang khawatir terkait surplus nikel di Indonesia.

Menurut Tom, surplus ini dapat menjadi bumerang bagi industri nikel nasional jika tidak dikelola dengan cermat.

“Surplus nikel memang menunjukkan keberhasilan hilirisasi. Tapi, kita harus hati-hati. Jangan sampai saking semangatnya hilirisasi, kita malah terjebak dalam perangkap surplus yang berujung pada anjloknya harga nikel,” kata Tom beberapa waktu lalu.

Tom merujuk pada data terbaru yang menunjukkan bahwa Indonesia mengalami surplus nikel sebesar 104.000 ton pada tahun 2022. Surplus ini diprediksi akan terus meningkat hingga mencapai 223.000 ton pada tahun 2023.

“Melonjaknya produksi nikel tanpa diiringi dengan pertumbuhan permintaan global dapat memicu oversupply di pasar internasional. Hal ini berpotensi menekan harga nikel dan ultimately, merugikan para pengusaha dan pekerja di industri nikel nasional,” papar Tom.

Lebih lanjut, Tom mengingatkan bahwa surplus nikel juga dapat memperparah ketimpangan ekonomi di Indonesia. Pasalnya, keuntungan dari hilirisasi nikel saat ini masih terkonsentrasi pada segelintir perusahaan besar, sementara para penambang kecil dan menengah masih tertinggal.

“Pemerintah perlu segera mengambil langkah strategis untuk mengendalikan surplus nikel ini. Salah satu solusinya adalah dengan memperkuat diplomasi ekonomi untuk membuka akses pasar baru bagi produk nikel olahan Indonesia,” saran Tom.

Tom juga menekankan pentingnya membangun ekosistem industri nikel yang berkelanjutan dan inklusif. Hal ini dapat dilakukan dengan meningkatkan investasi di bidang penelitian dan pengembangan, serta memberikan pelatihan dan pendampingan kepada para penambang kecil dan menengah.

“Kita harus belajar dari pengalaman negara lain yang terjebak dalam ‘kutukan sumber daya alam’. Jangan sampai nikel yang seharusnya menjadi berkah bagi bangsa, malah menjadi beban yang menghambat kemajuan ekonomi dan kesejahteraan rakyat,” pungkas Tom.

Sumber: suara

TUTUP
TUTUP