Korupsi Politik Dibalik Gurita Bisnis Bahlil Dikuliti Jatam, Laporan Telah Sampai ke KPK

Korupsi Politik Dibalik Gurita Bisnis Bahlil Dikuliti Jatam, Laporan Telah Sampai ke KPK

BeritakanID.com - Bisnis Bahlil Lahadalia semakin berkembang setelah menjabat sebagai Menteri Investasi dan diangkat menjadi Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal atau BKPM oleh Presiden Joko Widodo.

Kedekatan ini juga tak lepas dari dukungan Bahlil terhadap Jokowi saat Pemilu 2019 lalu, di mana menurut Jatam atau Jaringan Advokasi Tambang, melalui PT Cendrawasih Hijau Lestari yang terafilidasi dengan perusahaan Bahlil memberikan sumbangan mencapai Rp 25 miliar.

Selain itu melalui PT Tribashra Sukses Abadi juga memberikan sumbangan dana kampanye pasangan Jokowi-Ma’ruf pada 2019 sebesar Rp 5.2 miliar.

Dari sinilah korupsi politik dibalik gurita bisnis Bahlil dikuliti Jatam, di mana bisnis Bahlil berawal dari PT Rifa Capital yang merupakan perusahaan induk dan menaungi sejumlah perusahaan, salah satunya adalah PT Bersama Papua Unggul. 

Sedangkan Melky Nahar selaku Koordinator menjelaskan bahwa pihaknya telah melaporkan Bahlik ke KPK pada 19 Maret lalu atas dugaan gratifikasi, suap menyuap dan pemerasan saat melakukan podcast bersama Novel Bawesdan.

Bisnis Bahlil Lahadalia semakin berkembang setelah menjabat sebagai Menteri Investasi dan diangkat menjadi Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal atau BKPM oleh Presiden Joko Widodo.-jatam-

Menurut Jatam, Bahlil diketahui sebagai pengendali utama PT Bersama Papua Unggul, dengan kepemilikan saham mencapai 90 persen dan lini bisinis perusahaan ini salah satunya terkait sektor pertambangan, melalui PT Meta Mineral Pradana (MMP) yang merupakan perusahaan tambang nikel dengan dua izin tambang di Konawe Utara, Sulawesi Tenggara. 

Saham PT MMP ini dimiliki oleh PT Bersama Papua Unggul sebanyak 90 persen dan PT Rifa Capital sebanyak 10 persen.

Kedekatan dan kekuasaan politik besar yang diberikan Jokowi kepada Bahlil, terus berkembang hingga menggurita.

Jatam menjelaskan bahwa hal ini patut diduga tak terlepas dari praktik korupsi politik termasuk dalam konteks pencabutan izin-izin tambang, di mana Bahlil dianggap tebang pilih.

Bahkan Bahlil diduga mematok tarif terhadap sejumlah perusahaan sehingga izinnya bisa diaktifkan kembali.

Jatam menjelaskan jika korupsi politik tersebut terjadi ketika otoritas kekuasaan politik menggunakan kewenangannya dalam memperbesar kekayaan dan mempertahankan kekuasaan dan status mereka. 

Pelaku korupsi ini sering merancang regulasi dan kebijakan sesuai kepentingan mereka, menyalahgunakan dan atau mengabaikan undang-undang serta regulasi.

Hal ini dapat memanipulasi institusi politik serta prosedur sehingga mempengaruhi pemerintahan dan sistem politik.

Modus utama korupsi politik biasanya terkait dengan penyalahgunaan jabatan, di mana pejabat terkait menggunakan kekuasaan politiknya untuk kepentingan pribadi atau kelompoknya. 

Selain untuk mencari keuntungan pribadi dan kelompok mereka, modus korupsi politik juga dilakukan untuk balas jasa terhadap kelompok atau penyandang dana kampanye saat Pemilu.

Jatam menyebut modus ini sebagai ijon politik, di mana terjadinya korupsi pada momen electoral.

Praktik ini bermula di mana cukung sebagai penyandang dana kampanye atau dana politik membiayai proses pencalonan kandidat dalam pemilihan umum. 

Para penyandang dana kemudian mendapat imbalan berupa jabatan politik dan atau kemudahan serta jaminan hukum dan keamanan diberbagai lini bisnis.

Adapun modus lainnya adalah praktik korupsi pada proses pembuatan kebijakan, di mana para koruptor dengan kuasa dan otoritas yang dimilikinya akan memenangkan agenda kebijakan yang menguntungkan diri dan kelompok mereka.

Ini merupakan sebuah balas jasa terhadap para cukong yang telah membantu meringankan biaya politik. 

Modus korupsi juga terjadi saat pembuatan kebijakan, seperti pemberian porsi APBD pada proyek-proyek pemerintah, pemenangan tender pengadaan barang dan jasa, kemudahan izin usaha, hingga regulasi yang menguntungkan sebagian pihak yang sebelumnya memberikan dukungan.

Seangkan kaitannya dengan pencabutan izin tambang hingga gurita bisnis Bahlil tersebut, menurut Jatam terdapat dugaan kuat kental dengan praktik korupsi politik yang melibatkan Presiden Jokowi. 

Hal tersebut semakin jelas saat Bahlil diduga tebang pilih dalam proses pembuatan kebijakan dan penegakan hukum, dengan mematok tarif atau fee terhadap sejumlah perusahaan.

Sumber: disway

TUTUP
TUTUP