Mengenal Terowongan Juliana, Terbengkalai Sejak 1914, Sekarang Hits Jadi Tempat Syuting Film Siksa Kubur

Mengenal Terowongan Juliana, Terbengkalai Sejak 1914, Sekarang Hits Jadi Tempat Syuting Film Siksa Kubur

BeritakanID.com - Terowongan Juliana di Pangandaran menjadi salah satu tempat syuting film Siksa Kubur yang baru saja dirilis pada Kamis (11/4/2024) kemarin.

Sutradara Joko Anwar terbilang unik karena sering menampilkan lokasi yang jarang ditemui di film-film Indonesia.

Dalam film terbarunya yang hadir memeriahkan Lebaran 2024 ini, Joko Anwar menghadirkan Terowongan Juliana yang ada di Pangandaran, Jawa Barat.

Dalam unggahannya Joko Anwar mengatakan jika setiap membuat film ia harus mencari lokasi yang rumit.

Usai Pengabdi Setan yang memberikan rumah dan apartemen ikonik, kini Joko Anwar menghadirkan terowongan yang dibangun pada tahun 1914, namun terbengkalai.

Sejarah Terowongan Juliana
Terowongan Juliana terletak di Kampung Cimandala, Desa Pamotan, Kecamatan Kalipucang, Kabupaten Pangandaran, Jawa Barat.

Nama Juliana diambil dari nama seorang ratu Kerajaan Belanda yaitu Juliana Louise Marie Wihelmina van Oranje-Nassau, ia merupakan ratu pada tahun 1948-1980, menggantikan Ratu Wihelmina.

Saat ini masyarakat lebih mengenal terowongan ini membentuk tikungan atau berbelok dalam bahasa Sunda artinya bengkok.

Terowongan Juliana dibuat dengan melubangi bukit batu, lain dengan terowongan pada umumnya yang membentuk garis lurus.

Terowongan Juliana dibuat dengan membuat belokan di bagian tengahnya sehingga membentuk seperti tikungan. Dengan konstruksi seperti ini kita tidak bisa melihat antara ujung terowongan yang satu dengan ujung terowongan lainnya.

Terowongan ini memiliki mulut terowongan di sisi timur laut dan barat daya. Lebar terowongan memiliki ukuran 830 cm, lebar mulut terowongan 400 cm, dan tinggi 480 cm.

Dari hasil pengukuran jarak antara mulut terowongan timur laut dengan barat daya memiliki panjang 127 m.

Jalan terowongan memiliki lebar 340 cm, berupa tanah perkerasan dengan batu koral, namun kondisinya sudah bercampur dengan tanah lumpur.

Rel kereta api sudah tidak tersisa lagi. Terdapat saluran air di kanan dan kiri sepanjang terowongan dengan ukuran lebar 26 cm, kedalaman 30 cm.

Di dalam terowongan terdapat satu ceruk, yang terletak di dinding sisi kanan apabila datang dari arah timur laut atau sebelah kiri apabila datang dari sisi sebelah barat daya.

Ceruk terbuat dari batu kali dan kapur yang diplester dan di cat putih. Ceruk memiliki ukuran lebar mulut 200 cm, tinggi 194 cm, dan kedalaman 119 cm.

Ruang ceruk berbentuk persegi empat, langit-langitnya berbentuk lengkung setengah lingkaran, tidak ada hiasan yang melekat pada ceruk.

Untuk mencapai terowongan ini, butuh perjalanan 40 menit menuju tempat ini, setela memasuki gang bercor dengan panjang sekitar 200 meter, jalan setapak bekas jalur kereta api Banjar-Cijulang pun tersaji.

Sesampainya di jalan setapak, terlihat Terowongan Cikacepit masih berdiri kokoh. Konstruksi ala tempo dulu sangat terlihat.

Jalan di bawah terowongan merupakan bebatuan yang menutup bekas rel. Sehingga warga harus ekstra hati-hati melewatinya.

Catatan sejarah dalam sebuah tembok kecil samping kanan terowongan menuliskan jika namanya Terowongan Hendrik.

Nama Hendrik diambil dari nama suami Ratu Wilhelmina, yakni Heinrich Wladimir Albrecht Ernst of Mecklenburg-Schwerin, yang menjadi Pangeran Belanda pada 1901-1934. ***

Sumber: pojoksatu

TUTUP
TUTUP