Disanksi Kode Etik karena Kritik Oknum Polisi yang Sunat Hak Anggota, Briptu Yuli Minta Kapolri Turun Tangan

Disanksi Kode Etik karena Kritik Oknum Polisi yang Sunat Hak Anggota, Briptu Yuli Minta Kapolri Turun Tangan

BeritakanID.com - Briptu Yuli Setyabudi, anggota kepolisian yang bertugas di Polsek Kulawi, Polres Sigi, Polda Sulawesi Tengah, memberikan pernyataan setelah menerima sanksi etik akibat mengkritik oknum Polri yang diduga memotong hak anggota.

Dalam video yang diunggah akun TikTok @dedendani5, Yuli mempertanyakan pernyataan seorang Jenderal Polri yang menyebut bahwa pihak yang mengkritik Polri akan menjadi sahabat Kapolri.

Pada awal video tersebut, Kapolri menegaskan bahwa mereka yang mengkritik pedas Polisi akan menjadi sahabatnya. "Saya ingin bertanya dengan pernyataan Jenderal yang di video awal saya, jika kritik Polri akan menjadi sahabat Kapolri," Yuli memulai keluhannya, dikutip pada Minggu (4/8/2024).

Dalam video itu, Yuli menyatakan skeptis terhadap klaim ini, dengan menunjukkan akibat yang ia hadapi karena menyuarakan keprihatinannya tentang dugaan pelanggaran dalam kepolisian.

"Itu hanya untuk masyarakat atau untuk siapa? Izin Jenderal kalau pernyataan tersebut hanya untuk masyarakat, saya yakin 90 persen tidak akan ada yang berani mengkritik Polri," lanjutnya.

"Saya sebagai contohnya, anggota Polri mengkritik oknum yang suka memotong hak anggota malah saya yang kena kode etik," sambung dia.

Khususnya, kata Yuli, praktik beberapa petugas yang secara melawan hukum merampas hak anggota lain. "Izin Jenderal, konten-kontenku tidak ada maksud untuk menjatuhkan institusi. Kontenku bertujuan agar para oknum yang suka memotong hak anggota itu sadar dan adil kepada sesama anggota Polri," cetusnya.

Ia berpendapat bahwa jika ia, sebagai seorang polisi, menghadapi sanksi etik atas kritiknya, warga biasa kemungkinan akan lebih ragu untuk menyuarakan kritik apa pun karena takut akan hukuman.

Yuli menegaskan bahwa kritiknya tidak dimaksudkan untuk melemahkan institusi kepolisian, tetapi untuk mendorong terciptanya keadilan dan akuntabilitas di antara para anggotanya.
"Izin Jenderal, saya hanya manusia biasa yang tidak luput dari kesalahan dan apa salahnya jika saya ingin mengubah menjadi lebih baik institusi," terangnya.

Ia yakin bahwa mengatasi masalah-masalah ini sangat penting untuk memperbaiki institusi tersebut. Ia juga menyatakan kurangnya kepercayaan pada mekanisme pelaporan internal, dengan mengutip contoh-contoh sebelumnya di mana pengaduan diabaikan, dan memohon langsung kepada Kapolda untuk mengusut kasusnya secara langsung.

"Kenapa permasalahan ini saya tidak melapor ke Polda, izin jika saya melapor ke Polda, saya yakin tidak akan diproses," timpalnya.

"Karena sudah banyak contoh. Sekarang-sekarang ini surat kaleng yang menuju ke Mabes diviralkan di Medsos. Berarti tandanya sudah banyak yang melapor tapi tidak diproses," Yuli menuturkan.

Yuli menyatakan bahwa kontennya berdasarkan isu nyata, dan ia bersedia menerima pemecatan jika terbukti sebaliknya. "Konten saya bertujuan agar kita sesama manusia tidak mengambil hak-hak sesama. Jika kontenku cerita hoax atau mengada-ada, saya siap di PTDH atau dikeluarkan dari institusi," sebutnya.

Videonya, yang dibuat dengan transparan dan tanpa ditutup-tutupi, menggarisbawahi komitmennya terhadap tujuannya, didukung oleh rekan-rekannya dan keluarganya. "Izin Jenderal saya bukan mental surat kaleng, saya berani bersuara karena dukungan dari sebagian rekan-rekan kita di Indonesia dan terutama dari keluarga," bebernya.

Situasi ini menyoroti tantangan yang dihadapi oleh mereka di dalam lembaga yang berupaya mengadvokasi reformasi dan akuntabilitas. "Izin video ini saya buat dalam keadaan sadar tanpa paksaan siapapun. Nama saya jelas, tempat tugas saya jelas dan saya tidak menggunakan penutup wajah," terangnya.

Yakin bahwa apa yang dia jelaskan merupakan suatu kebenaran, ia meminta agar Kapolri Jenderal Polisi Listyo Sigit Prabowo turun tangan. "Izin Jenderal, saya memohon langsung kepada Jenderal untuk turun langsung menangani kasus kode etik saya, yang mengkritik anggota Polri yang suka memotong hak anggota dan menelusuri langsung tempat saya tugas," tandasnya.

Sebelumnya, situasi Briptu Yuli menarik perhatian pada ketegangan internal di Kepolisian Negara Republik Indonesia (Polri) terkait kebebasan berekspresi.

Awalnya bertugas di Polres Sigi, Briptu Yuli dipindahtugaskan ke Polsek Kulawi setelah mengunggah konten tentang "mobil bodong", istilah yang merujuk pada kendaraan yang tidak terdaftar dengan benar atau diperoleh melalui cara yang tidak sah.

Pemindahan ini dianggap sebagai tindakan hukuman, terutama mengingat jarak yang cukup jauh sekitar 70 kilometer dari rumahnya ke tempat tugasnya yang baru.

Briptu Yuli kerap mengunggah konten di akun TikTok miliknya, @yulisetiabudi38, yang berisi kritikan terhadap praktik-praktik tertentu di dalam kepolisian.

Postingannya menyoroti berbagai isu seperti penyalahgunaan hak-hak petugas dan perilaku tidak pantas yang dilakukan oleh sejumlah personel polisi.

Tindakan-tindakan tersebut akhirnya berujung pada sidang etik terhadapnya, yang berfokus pada apakah kritikannya melanggar kode etik yang diharapkan dari para petugas polisi.

Dalam salah satu videonya yang menarik, Briptu Yuli merujuk pada pernyataan Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo yang menyatakan bahwa orang-orang yang mengkritik keras polisi akan menjadi sekutu Kapolri.

Briptu Yuli mempertanyakan ketulusan pernyataan tersebut, dengan menunjukkan bahwa pengalaman pribadinya bertentangan dengan janji kritik terbuka yang mengarah pada sebuah dialog. 

Sumber: fajar


TUTUP
TUTUP