BeritakanID.com - Laporan Hasraeni (26) terkait penipuan calo penerimaan CPNS yang dialaminya di Polres Gowa masih tergantung hingga saat ini.
Saat ditemui di Polres Gowa, Hasra mengatakan bahwa dirinya kelelahan harus bolak-balik masuk kantor Polisi. Sementara laporannya tidak mendapatkan tindakan apapun.
Setelah mendatangi kembali Polres Gowa, Hasra mengatakan bahwa ternyata berkas laporannya pada 2022 lalu diduga diganti dengan laporan baru.
"Waktu hari Jumat saya ketemu penyidik dan Kanit di unit tipiter, di situ saya pertanyakan soal perkembangan laporanku," ujar Hasra kepada fajar.co.id, Rabu (18/9/2024).
Di situ, kata Hasra, penyidik memperlihatkan laporan baru. Bukan lagi laporan yang dibuatnya dua tahun lalu.
"Saya juga tanya itu penyidik, berapa lama lagi waktunya laporanku yang baru dibuat? Terus penyidik bilang 2 bulan waktunya," cetusnya.
Dijelaskan Hasra, saat mencoba mendapatkan klarifikasi dari penyidik mengenai laporannya yang tak berujung, ia justru mendapat amarah.
"Waktu saya bilang percuma laporanku 2 tahun ini, penyidik bilang jangan selalu bilang begitu di hadapanku, lansung saya disuruh menghadap saja ke Kasat Reskrim," Hasra menuturkan.
Ingin memperjelas perkembangan laporannya, ia juga meminta Surat Pemberitahuan perkembangan Hasil Penyidikan (SP2HP) di penyidik.
"Penyidik hanya na janji ka saja. Begitulah selama ini, dua tahun laporanku saya pertanyakan terus perkembangannya, tapi penyidik hanya janji-janji saja sampai sekarang," keluhnya.
Yang paling disesali Hasra, terduga pelaku hingga saat ini masih bebas berkeliaran tanpa rasa bersalah sedikitpun.
"Saya betul-betul sangat kecewa dengan tindakan dan langkah yang diambil Polres Gowa dalam menangani kasus ini sehingga saya korban penipuan calo CPNS dibiarkan begitu saja tanpa ada proses hukum yang berlanjut. Saya harap semoga tidak ada lg korban selanjutnya untuk kasus ini," tandasnya.
Rasa kecewa juga turut diungkapkan orangtua Hasra, Abd Rajab. Ia menuntut agar Polres Gowa serius dalam menanggapi laporan anaknya.
"Saya sudah ksihan dengn anakku pergi pagi pulang malam hanya menanyakan laporannya ini smpai di mana, tapi sampai sekarang anakku belum mendapatkan keadilan sama sekali," kata Rajab saat dihubungi Rabu malam.
Sebagai orangtua dari Hasra, ia sangat berharap agar rasa adil dapat diberikan kepada anaknya. Dan, terduga pelaku bisa mempertanggungjawabkan perbuatannya.
"Harapan saya, pelaku harus diproses hukum dan meminta semua kerugian materia dikembalikan," kuncinya.
Sementara itu, Kapolres Gowa AKBP Roenal Simanjuntak saat dikonfirmasi mengenai laporan tersebut mengaku masih harus melakukan pengecekan.
"Saya Cek dulu ya, mohon waktu," singkatnya.
Sebelumnya diberitakan, Hasraeni (26), warga Dusun Pajagalung, Kecamatan Tompobulu, Kabupaten Gowa, menyampaikan kekecewaannya terkait lambatnya penanganan kasus penipuan yang dilaporkannya ke Polres Gowa pada 21 Oktober 2022.
Hingga 12 September 2024, kasus tersebut belum menunjukkan perkembangan yang berarti.
Kejadian penipuan yang dialami Hasraeni bermula pada November 2020.
Saat itu, ia bertemu dengan seorang wanita bernama Hasna Daeng Bau, yang menawarkan peluang untuk masuk menjadi CPNS di RSUD Syekh Yusuf Gowa, yang diinginkannya.
"Dia (Hasna) mengatakan biaya untuk tenaga kesehatan Rp150 juta, untuk guru Rp120 juta," ujar Hasra, sapaannya kepada fajar.co.id, Kamis (12/9/2024).
Sementara untuk lapas (lembaga pemasyarakatan), kaya Hasra, Hasna menyebut nilai Rp150 juta. Adapun untuk PPPK (pegawai pemerintah dengan perjanjian kerja), Rp80 juta.
Karena saat itu ia termakan omongan manis si Calo, Hasra pada akhirnya membayar biaya sebesar Rp150 untuk formasi tenaga kesehatan.
Sebelum membayar, Hasra meminta untuk dimasukkan ke dalam grup WhatsApp yang dikelola pelaku agar dapat mengikuti perkembangan informasi penerimaan CPNS.
"Pelaku menolak memasukkan saya ke dalam grup karena saya belum membayar," ingatnya.
Apa boleh buat, Hasra secara terpaksa membayar sejumlah uang ke pelaku. Tepat pada Desember 2020, ia membayar Rp15 juta.
"Di grup tersebut, saya melihat pelaku dan anaknya sebagai admin grup, dengan sekitar 60 orang lainnya di dalamnya," Hasra menuturkan.
Rasa curiga Hasra mulai muncul setelah pelaku meminta biaya tambahan sebesar Rp35 juta. Alasannya, untuk pengurusan Nomor Induk Pegawai (NIP) di Jakarta.
Karena merasa terdesak, Hasra mengirimkan Rp30 juta pada Mei 2021 ke rekening pribadi pelaku, dan sisanya yang Rp5 juta di transfer pada Juni 2021.
Setelah total pembayaran mencapai Rp 50 juta, Hasra mengaku hanya menerima kain linmas dan kain korpri dari pelaku untuk dipakai nantinya saat penerimaan SK CPNS di kantor Gubernur Sulsel.
"Kami baru menyadari bahwa nomor induk saya dan korban lainnya tidak terdaftar di BKN pusat ketika memeriksa ke Taspen Makassar. Saat itulah kami mengerti bahwa kami telah ditipu," imbuhnya.
Sumber: fajar