Gegara Celana Dalam, Santri di Ponpes Markaz Syariah Habib Rizieq Diduga Jadi korban Penganiayaan Senior

Gegara Celana Dalam, Santri di Ponpes Markaz Syariah Habib Rizieq Diduga Jadi korban Penganiayaan Senior

BeritakanID.com - Salah seorang santri Ponpes Markaz Syariah Megamendung diduga menjadi korban penganiayaan senior.

Peristiwa penganiayaan yang menimpa MAF itu dikabarkan terjadi pada Minggu, 8 September 2024. Korban dituduh mencuri celana dalam milik seniornya.

"Ada satu klien yang dianiaya pada hari Minggu jam lima sore tanggal 8 (September) kita kedatangan klien itu hari Selasa tanggal 10nya," ujar Ketua LBH Gerakan Bela Rakyat Kecil (Gebrak) Sandi Adam yang menjadi pendamping korban.

Ia menjelaskan kronologi dugaan penganiayaan santri Markaz Syariah Megamendung asuhan Habib Rizieq tersebut.

Awalnya, korban disangka mengambil celana dalam milik seniornya yang merknya sama. Padahal, celana dalam milik yang bersangkutan ada.

"Jadi saat dia di kobong pesantren pakai celana dalam itu ditonjok tiba-tiba sama kawannya dengan alasan bahwa itu adalah celana dalam dia (senior). Nyatanya bahwa celana dalam dia ada, ditonjok dipukuli dianiaya disiram air panas dan ditendang sampai dia terluka berdarah, kepalanya digesper besi," ungkapnya.

Ia juga menyayangkan para pengasuh pesantren Markaz Syariah Megamendung yang terkesan diam, padahal aksi penganiayaan terjadi di lingkungan pesantren.

"Harusnya kan diobatin dulu atau apa, ternyata orangtuanya ditelfon setelah maghrib jam setengah tujuh datang ke pondok pasantren, setengah satu korban dibawa pulang dengan begitu saja tanpa diobatin dulu. Sementara keterangan yang diperoleh dari korban, anak yang melakukan penganiayaan sudah dikeluarkan, kan aneh, harusnya ditindak dulu,”" heran Sandi.

Setelah dua hari berlalu, pihaknya juga tidak mendapat kabar baik dari pihak Pesantren Markaz Syariah Megamendung.

Atas alasan itu, pihaknya melakukan pelaporan ke Polres Bogor atas kasus penganiayaan yang dilakukan oleh salah satu senior.

"Kita melakukan pelaporan ke PPA karena si korban umur 16 tahun , kemungkinan si pelaku lebih dari 16 tahun. Hal ini harus diproses secara hukum sebagimana mestinya dan ini tidak boleh dibiarkan di lingkungan pendidikan, takutnya ini terjadi pada pihak lain atau di pesantren lain jika tidak dilakukan tindakan tegas oleh aparat hukum. Ini sekaligus refleksi untuk para pembina pesantren dan pembina sekolah untuk meningkatkan kewaspadaan berlebih," terangnya.

Sumber: metropolitan

TUTUP
TUTUP