Soroti Jabatan Baru Mayor Teddy Sebagai Seskab, Setara Institut: Kemunduran Demokrasi Indonesia


BeritakanID.com - Setara Institute menyoroti soal pengangkatan Mayor (Inf) Teddy Indra Wijaya sebagai Sekretaris Kabinet (Seskab) dalam kabinet Merah Putih era kepemimpinan Presiden Prabowo Subianto.

Direktur Eksekutif Setara Institut, Halili Hasan, mengatakan jika melihat dalam kerangka keberlanjutan reformasi TNI, pengangkatan Mayor Teddy melanggar ketentuan Pasal 47 ayat (1) UU No. 34 Tahun 2004 tentang TNI.

“Prajurit hanya dapat menduduki jabatan sipil setelah mengundurkan diri atau pensiun dari dinas aktif keprajuritan,” kata Halili dalam keterangan tertulisnya yang diterima Suara.com, Selasa (22/10/2024).

Meski persoalan ini telah direspon oleh Ketua Harian Partai Gerindra, Sufmi Dasco Ahmad, telah menyebut jabatan Seskab kini berada di bawah Menteri Sekretaris Negara (Mensesneg) RI. Sehingga, Teddy dinilai tidak perlu pensiun dini dari dinas aktif keprajuritan TNI. 

Namun, menurut Halili, meski struktur Seskab kini berada di bawah Mensesneg tidak serta merta membuat posisi tersebut masuk ke dalam posisi jabatan sipil yang dapat diduduki Prajurit TNI aktif. 

“Sebab, posisi Seskab maupun Mensesneg tidak termasuk ke dalam jabatan sipil sebagaimana ketentuan Pasal 47 ayat (2) UU TNI. Artinya, ketentuan yang berlaku seharusnya kembali ke ayat (1) nya, yakni menduduki jabatan sipil setelah mengundurkan diri atau pensiun dari dinas aktif keprajuritan,” beber Halili.

Jika menyamakan ketentuan yang berlaku, lanjut Halili, seperti terhadap Sekretaris Militer Presiden, sebagai justifikasi pembenaran Seskab diduduki prajurit aktif adalah hal keliru. 

“Sebab secara eksplisit, posisi Sekretaris Militer Presiden masuk dalam ketentuan Pasal 47 ayat (2) UU TNI, yakni jabatan sipil yang dapat diduduki prajurit TNI tanpa perlu melakukan pensiun dini,” jelasnya.

Kemudian ketentuan Pasal 47 ayat (2) UU TNI mengatur dengan spesifik perihal jabatan sipil yang dapat diduduki prajurit TNI tanpa pensiun dini yakni jabatan pada kantor yang membidangi koordinator bidang Politik dan Keamanan Negara, Pertahanan Negara, Sekretaris Militer Presiden, Intelijen Negara, Sandi Negara, Lembaga Ketahanan Nasional, Dewan Pertahanan Nasional, Search and Rescue (SAR) Nasional, Narkotik nasional, dan Mahkamah Agung. 

“Dengan ketentuan yang rinci tersebut, semestinya mudah bagi Presiden untuk meninjau ulang pengangkatan Mayor Teddy sebagai Seskab atau memerintahkan yang bersangkutan untuk mundur dari dinas kemiliteran,” tegas Halili.

Kemudian, jika menjadikan perubahan struktur Seskab sebagai justifikasi penempatan Mayor Teddy hanya memperlihatkan kebijakan yang tidak berbasis pada ketentuan UU TNI serta mengingkari semangat reformasi TNI.

Transisi kepemimpinan nasional yang semestinya membawa asa reformasi TNI sebagai amanat reformasi 1998 untuk mewujudkan TNI yang kuat dan profesional pada bidang pertahanan negara, ternoda dengan kebijakan penempatan ini. 

“Jika kemudian Revisi UU TNI dilakukan hanya untuk mengakomodasi pilihan Presiden atas Seskab yang dia kehendaki, maka semakin sempurnalah penilaian banyak ahli mengenai autocratic legalism yang semakin mendorong kemunduran demokrasi Indonesia,” ujar Halili.

Halili kemudian menilai, seharusnya presiden, hingga para menteri dan pimpinan lembaga, tetap mendukung dan memperkuat profesionalitas TNI, dengan tidak memberikan jabatan-jabatan tertentu dan/atau memberikan tugas dan kewenangan di luar tugas pertahanan dan tugas perbantuan sesuai dengan peraturan perundang-undangan.

“Reformasi TNI harus berjalan dua arah atau timbal balik. TNI fokus melakukan reformasi dan presiden, DPR, politisi sipil wajib menjaga proses reformasi itu berjalan sesuai mandat Konstitusi dan peraturan perundang-undangan,” pungkasnya.

Sumber: suara

TUTUP
TUTUP