Lagi-lagi Dituduh Langgar Etik, Ketua KPK Firli Bahuri Kembali Diadukan ke Dewan Pengawas

Lagi-lagi Dituduh Langgar Etik, Ketua KPK Firli Bahuri Kembali Diadukan ke Dewan Pengawas

BeritakanID.com - Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Firli Bahuri seperti tidak pernah sepi dari jerasan kasus pelanggaran etika. Padahal sebagai lembaga yang diharapkan mampu menghilangkan korupsi di negara ini, membutuhkan seorang pemimpin yang memiliki integritas tinggi dan terbebas dari berbagai persoalan, termasuk persoalan moral atau etika.

Sayangnya, Firli Bahuri sejak awal memimpin lembaga anti rasuah ini terus dirundung persoalan etika. Firli berulang kali dituding melakukan tindakan yang melanggar etik. Bahkan telah ada yang terbukti dia melanggar etika seorang pemimpin lembaga negara anti korupsi ini.

Terbaru, hari ini, Senin, 3 April 2023, sekelompok masyarakat yang tergabung dalam Pengurus Besar Komunitas Aktivis Muda Indonesia (PB KAMI) melaporkan Firli Bahuri ke Dewan Pengawas (Dewas) KPK. Firli Bahuri dilaporkan karena diduga telah melanggar etik, yakti mencopot Brigjen Endar Priantoro sebagai Direktur Penyelidikan KPK. Padahal keberadaan Endar di KPK berdasarkan surat penugasan dari Kapolri Jend. Listyo Sigit Prabowo.

“Pencopotan Endar merupakan pelanggaran etik. Firli mengabaikan surat Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo yang memperpanjang masa tugas Brigjen Endar di KPK,” kata Ketua Umum PB KAMI, Sultoni saat mengadukan Firli ke Dewan Pengawas KPK, Senin, 3 April 2023.

Sultoni menganggap pencopotan yang dilakukan tidak sesuai dengan peraturan KPK Nomor 1 Tahun 2022. Dalam Peraturan KPK Nomor 1 Tahun 2022 itu dijelaskan “Pegawai komisi sebagaimana dimaksud dalam pasal 3 ayat 2 dikembalikan ke instansi induk apabila terbukti secara sah melakukan pelanggaran disiplin berat.”

Sedangkan Brigjen Endar dilihat Sultoni tidak pernah melakukan pelanggaran berat. Bahkan kinerjanya pun selama bertugas di KPK cukup bagus.

” Jadi kita minta Dewan Pengawan KPK melakukan penyelidikan. Ada motif apa Firli memberhentikan Brigjen Endar,” kata Sultoni.

Pada kesempatan itu Sultoni menegaskan bahwa Firli tidak profesional. Dia menganggap Firli membawa KPK ke ranah politik.

Tudingan Sultoni ini cukup beralasan karena Brigjen Endar adalah salah satu yang menangani kasus Formula E yang membidik Gubernur DKI Jakarta periode 2017-2022 Anies Rasyid Baswedan.

Sebelum memutuskan memberhentikan Brigjen Endar per tanggal 31 Maret 2023, satu minggu sebelumnya pimpinan KPK dikabarkan memaksakan agar kasus Formula E segera naik ke tahap penyidikan.

Berdasarkan catatan KBA News, selain Brigjen Endar, ada dua orang lagi penyelidik kasus Formula E yaitu Deputi Penindakan dan Eksekusi Irjen Karyoto dan Direktur Penuntutan Fitroh Rohcahyanto. Sedangkan posisi Brigjen Endar sendiri adalah Direktur Penyelidikan.

Mereka bertiga ini disebut-sebut yang tidak setuju kasus Formula E ditingkatkan menjadi tahapan penyidikan. Alasannya, meski sudah bolak-balik diperiksa, bahkan telah mencapai satu tahun lebih, mereka tidak menemukan bukti yang cukup kuat untuk menaikkan kasus Formula E ke tahap penyidikan.

Dalam beberapa kali gelar perkara pun, ketiganya menilai perkara Formula E belum layak naik ke penyidikan.

Sementara mayoritas Pimpinan KPK disebut-sebut meminta agar perkara segera naik tahap penyidikan, meski tidak disertai dengan penetapan tersangka. Padahal selama ini, penetapan ke tahap penyidikan KPK selalu disertai adanya tersangka yang dijerat.

Persoalan inilah yang diduga kuat mendasari Firli Bahuri “menyingkirkan” ketiga pejabat yang tak setuju kasus Formula E itu ditingkatkan ke tahap penyidikan. Firli mengembalikan mereka ke instansi awal, Endar dan Karyoto dikembalikan ke Polri. Fitroh dikembalikan ke Kejaksaan.

Ngototnya pimpinan KPK, terutama Firli, untuk meningkatkan kasus Formula E ke tahap penyidikan tanpa bukti kuat dan tanpa tersangka inilah yang dinilai Sulton beraroma politik sangat kuat.
Alasan itulah mendorong Sultoni dan kawan-kawan mendesak Dewas agar KPK tidak terlalu dibawa ke ranah politik. Ia juga mendesak agara segera memeriksa ketidakprofesionalan Firli dalam menghadapi permasalahan di internal KPK.

Beragam Tudingan dan Pelanggaran Etik Firli

Berdasarkan catatan KBA News, Ketua KPK periode 2019-2023 itu memang dikenal sebagai sosok yang sarat kontroversi. Terdapat beberapa pelanggaran etik yang terbukti dilakukan oleh Firli. Salah satu di antaranya Firli terbukti melakukan dugaan gaya hidup mewah berupa penggunaan helikopter untuk kepentingan pribadi.

Firli menggunakan helikopter dalam perjalanan Palembang-Batutinggraja, Baturaja-Palembang, serta Palembang-Jakarta. Total biaya sewa helikopter tersebut adalah Rp28 juta.

Prilaku Firli itu dinilai Dewas telah melanggar Pasal 4 ayat 1 huruf n dan Pasal 8 ayat 1 huruf f Peraturan Dewan Pengawas KPK Nomor 2 Tahun 2020 Tentang Penegakan Kode Etik dan Pedoman Perilaku KPK.

Firli juga pernah dinyatakan melakukan penggaran etik berat karena bertemu dengan mantan Gubernur Nusa Tenggara Barat M Zainul Majdi di NTB pada 12 dan 13 Mei 2018. Ketika itu Zainul Majdi atau yang akrab disapa Tuan Guru Bajang (TGB) terseret dugaan korupsi kepemilikan saham PT Newmont yang melibatkan Pemerintah Provinsi NTB.

Bukti-bukti pertemuan antara Firli dan TGB didapat KPK dari sejumlah saksi serta beberapa foto dan video. Firli terbang ke NTB dengan uang pribadi dan tanpa surat tugas dari KPK.

Pada 3 Juni 2021, Firli juga pernah diadukan oleh Indonesia Corruption Watch (ICW) ke Badan Reserse Kriminal Polri atas dugaan menerima gratifikasi sewa helikopter untuk perjalanan pribadi.

ICW mendapatkan perbandingan harga dari penyedia jasa penerbangan lain yang menunjukkan bahwa diskon yang didapatkan Firli terlalu jauh dari harga umum.

Pada September 2020, Masyarakat Antikorupsi Indonesia (MAKI) juga melaporkan Firli dengan tuduhan yang sama dengan ICW kepada Dewas KPK sebagai dugaan pelanggaran etik yang dilakukan oleh pimpinan KPK, yaitu bergaya hidup mewah.

Dewas KPK melalui sidang etik memutuskan Firli melanggar kode etik dan memberikan sanksi ringan berupa teguran tertulis.

Kasus dugaan pelanggaran etik Firli yang lain adalah gratifikasi menginap di hotel, pertemuan antara Firli dengan Komisaris PT Pelindo I Timbo Siahaan yang terseret kasus dugaan korupsi di Pelindo.

Kemudian Firli juga pernah melakukan pertemuan dengan seorang perempuan petinggi partai politik di sebuah hotel di Jakarta pada 1 November 2018. Ketika itu Firli masih menjabat sebagai Deputi Penindakan KPK. Atas pertemuan itu, Firli ditetapkan melanggar etik berat.

Saat menjabat sebagai Deputi Penindakan KPK, Firli juga melanggar etik berat karena menjemput  saksi kasus dana perimbangan yang hendak diperiksa KPK pada 8 Agustus 2018. Saksi itu adalah Wakil Ketua BPK Bahrullah dan auditor utama BPK I Nyoman Wara.

Jauh sebelum menjadi Ketua KPK, sebenarnya banyak pihak, baik internal KPK maupun kelompok masyarakat sipil dan pegiat antikorupsi, menolak Firli akibat rekam jejak berbabagai pelanggaran etiknya tersebut.

Sumber: kbanews

TUTUP
TUTUP