BeritakanID.com - Isu politik identitas dan politisasi agama yang dihembuskan sejak Pilgub DKI Jakarta 2017 hingga sekarang tidak ada habis-habisnya. Tapi yang jelas, Anies Baswedan sudah mempunyai 5 tahun sejarah membangun DKI Jakarta dari 2017-2022.
Pernyataan ini dikemukakan oleh pengamat dan pemerhati pendidikan, Indra Charismiadji dalam podcast Laman TV dengan host Tantri Moerdopo.
“Dalam 5 tahun menjabat, seorang Anies Baswedan dalam memimpin DKI Jakarta, apakah ada politisasi agama tersebut, apakah ada politik identitas yang dipakai, apakah ada diskriminasi terhadap umat beragama tertentu. Selama Anies Baswedan menjabat itu semua tidak ada,” tegas Indra Charismiadji.
Kalau tidak terbukti, tambahnya, seharusnya runtuh tudingan itu. Menurut Indra, sebetulnya yang menggunakan politisasi agama itu bukan seorang Anies Baswedan. Tapi seorang yang beragama kristen seperti dirinya kemudian menggunakan ayat suci agama orang lain dalam berkampanye. Itu bentuk politisasi agama.
Indra menyatakan, mungkin tidak terbayang itu akan menjadi bumerang. Karena kalau dihitung secara untung dan rugi, orang tersebut rugi, Anies Baswedan untung. Tapi sebenarnya bukan seorang Anies Baswedan yang menggunakan pola tersebut.
“Kita harus objektif kalau di kampanye di Pilgub 2017 dulu tidak ada dari kubu Anies Baswedan yang menggunakan cara-cara politisasi agama. Diterima saja jangan-jangan memang itu jalan Tuhan,” tutur Indra.
Karena kalau itu tidak terjadi, lanjutnya, mungkin Jakarta tidak akan memiliki JIS, Kampung Akuarium, Ecopark dan Jaklingko. Itu semua perubahan, perbaikan dan pembangunan yang dilakukan Anies Baswedan selama menjabat Gubernur DKI Jakarta.
“Tempat ibadah yang sebelumnya tidak pernah dapat dana operasional, guru-guru sekolah minggu tidak pernah mendapat insentif. Ketika dipimpin Anies menjadi ada. Mungkin jalannya memang harus seperti itu,” ujar Indra mencontohkan.
Dia berpandangan, dari awal bangsa ini terbentuk dengan perbedaan namun memiliki keinginan untuk terus mempersatukan diri. Agak sulit juga kalau berpikir semua orang Indonesia harus memiliki pikiran yang sama, punya cara yang sama. Sebab dari awal memang sudah tidak seperti itu.
Menurutnya, semua pihak harus menyadari bangsa ini sangat berbeda. Bahkan kalau sudah bicara generasi ke bawah ini nyampurnya makin banyak lagi. Tidak hanya bicara perbedaan antar suku ras dan agama.
“Seperti saya misalnya, istri saya keturunan Filipina. Anak saya ini jadi keturunan Cina Filipina. Jadi seperti anak saya ini apakah disebut cindo atau cinfindo,” ucapnya dengan senyum lebar.
Indra berpendapat, agak sulit memulai sesuatu dengan konsep untung dan rugi. Apakah karena dulu Pak Anies menang Pilgub DKI Jakarta itu dianggap sebuah keuntungan.
“Kalau saya menilainya tidak seperti itu. Tapi kita harus menilai faktanya seperti apa dan rekam jejaknya seperti apa,” tandasnya.
Sumber: kbanews