BeritakanID.com - SETELAH ramai kasus pinjol masuk kampus, kini Institut Teknologi Bandung (ITB) kembali menuai protes keras dari mahasiswa dan masyarakat luas. Kali ini soal kebijakan wajib kerja paruh waktu bagi mahasiswa penerima beasiswa atau pengurangan Uang Kuliah Tunggal (UKT).
Kewajiban mahasiswa penerima beasiswa uang kuliah tunggal atau UKT untuk bekerja secara paruh waktu di kampus itu termaktub dalam Peraturan Rektor ITB Nomor 316/ITl.NPER/2022 tentang Kemahasiswaan ITB, tepatnya di pasal 5 ayat 4 c dan d.
Koordinator Nasional Jaringan Pemantau Pendidikan Indonensia (JPPI), Ubaid Matraji mengatakan bahwa kebijakan ini kian memperjelas orientasi kampus yang memang mengarah ke komersialisasi dan liberalisasi pendidikan.
“Bahkan, berangkat dari kasus kewajiban kerja paruh waktu di ITB, praktik komersialisasi di pendidikan tinggi ternyata juga dimeriahkan dengan legalisasi perbudakan mahasiswa di kampus,” ungkapnya, Kamis (26/9).
Penolakan JPPI atas kebijakan ini didasarkan pada beberapa hal. Di antaranya beasiswa adalah hak yang harus diperoleh mahasiswa, khususnya bagi mereka yang mempunyai keterbatasan ekonomi. Bukan sebaliknya, beasiswa bukanlah program kemurahan hati pemerintah/kampus negeri, lalu mahasiswa diwajibkan untuk melakukan tindakan balas budi dengan bersedia bekerja paruh waktu di kampus.
“UUD 1945 pasal 31 dan 34 jelas mewajibkan pemerintah untuk menyediakan pembiayaan pendidikan dan juga bertanggung jawab untuk mensejahterakan masyarkat, khususnya dikalangan ekonomi lemah. Karena itu, beasiswa adalah hak mahasiswa dan kewajiban konstitusional yang harus ditunaikan oleh pemerintah,” kata Ubaid.
Selain itu, kampus negeri, seperti ITB, adalah kepanjangan tangan dari layanan pemerintah di pendidikan tinggi. Untuk itu, beban pembiayaan kampus mestinya dibebankan pada APBN, bukan malah dibebankan kepada masyarakat. Dengan anggaran pendidikan yang fantastis mencapai 665 triliun di tahun 2024 dan naik menjadi 722 triliun di 2025, kuliah tanpa dipungut biaya di PTN, sangat mungkin di lakukan.
“Kuliah menjadi mahal karena investasi pemerintah terhadap urusan pendidikan tinggi masih sangat minim, karena itu biaya kuliah mahal. Ini tidak hanya sebatas stigma tapi memang nyata benar adanya,” ujar Ubaid.
Menurutnya, kewajiban bekerja tanpa ada upah adalah jenis perbudakan modern yang harus diwaspadai. Ini bukan kasus kali pertama yang muncul di lingkungan kampus. Program kampus merdeka, dalam beberapa tahun terakhir, menyulut protes karena ada kasus-kasus dugaan praktik perdagangan manusia berkedok mahasiswa magang, baik di dalam maupun luar negeri.
“Jadi bekerja paruh waktu di kampus itu bukanlah kewajiban mahasiswa penerima beasiswa, tugas mereka adalah belajar di kampus, bukan bekerja. Justru pemberian beasiswa ini adalah kewajiban konstitusional yang harus ditunaikan oleh pemerintah (pengelola kampus negeri) kepada mahasiswa,” tandas Ubaid.
Sumber: mediaindonesia