Tak Setenar Para Jenderal, Sukitman Jadi Saksi Penting Peristiwa G30 S PKI, Begini Kisah Hidupnya

Tak Setenar Para Jenderal, Sukitman Jadi Saksi Penting Peristiwa G30 S PKI, Begini Kisah Hidupnya

BeritakanID.com - Peristiwa tentang G30S terus diwariskan dari generasi ke generasi. Dulu, peristiwa ini diceritakan melalui film "Pengkhianatan G30S/PKI" yang sering dianggap sarat dengan kepentingan politik.

Namun, bagi generasi saat ini, mereka lebih mengenal peristiwa ini melalui buku, diskusi sejarah, dan media sosial.

Dalam usaha memahami peristiwa kelam ini, ada satu tokoh yang sering kali terlupakan, yakni Sukitman, seorang anggota polisi yang perannya sangat penting dalam mengungkap keberadaan para Jenderal yang dibunuh dan dibuang di Lubang Buaya.

Sukitman, yang bernama lengkap Ajun Komisaris Besar Polisi (Purn.) Sukitman, lahir di Desa Cimanggu, Pelabuhan Ratu, Jawa Barat. Saat usianya menginjak 18 tahun, ia merantau ke Jakarta dan berhasil lulus seleksi masuk Sekolah Polisi Negara di Kramat Jati pada tahun 1961.

Pada Januari 1963, Sukitman menyelesaikan pendidikannya dan dilantik menjadi Agen Polisi Tingkat II, pangkat terendah dalam kepolisian pada saat itu. Meski demikian, ia tetap bangga dengan profesinya dan memulai karirnya di Markas Polisi Seksi VIII Kebayoran, Jakarta sebagai anggota dari Kesatuan Perintis/Sabhara.

Pada malam 30 September 1965, Sukitman sedang bertugas berpatroli di kawasan Blok M. Tiba-tiba, ia mendengar suara tembakan disertai letusan senjata yang menggema di malam itu.

Dengan sepeda kumbangnya, yang ia peroleh dari hadiah atas prestasi kerjanya, ia bergegas menuju arah suara tersebut. Setibanya di kediaman Brigadir Jenderal DI Panjaitan di Jalan Hasanuddin 53, Blok M, ia dihadang oleh sekelompok orang yang sedang menculik Jenderal DI Panjaitan.

Mereka tidak hanya menculik sang Jenderal, tetapi juga Sukitman, yang kemudian dibawa ke Lubang Buaya.

Di Lubang Buaya, Sukitman menjadi saksi dari berbagai kekejaman yang dilakukan pada para perwira TNI yang diculik dan dibunuh. Awalnya, ia juga akan ikut dibunuh, tetapi salah satu anggota pasukan Cakrabirawa, Ishak Bahar, mencegah. Sukitman pun selamat.

Sukitman kemudian dibawa ke Pangkalan Udara Halim Perdanakusuma dan diperiksa oleh Letnan Kolonel Ali Ebram, Perwira Intelijen Cakrabirawa. Dari sinilah Sukitman menceritakan betapa mengerikan situasi yang terjadi di Lubang Buaya.

Setelah peristiwa itu, ia dihadapkan kepada Kolonel Sarwo Edhi Wibowo, Komandan Resimen Para Komando Angkatan Darat (RPKAD), untuk membantu pasukan RPKAD menemukan sumur yang digunakan sebagai tempat pembuangan para korban.

Pada hari-hari selanjutnya, Sukitman terus diminta membantu dalam penyelidikan terkait peristiwa tersebut. Meskipun Sukitman merupakan saksi penting dalam peristiwa G30S, peran besarnya baru mendapat pengakuan bertahun-tahun kemudian.

Salah satu momen penting yang selalu ia kenang adalah saat Sarwo Edhi Wibowo, dalam sebuah wawancara di TVRI pada tahun 1980, menyebut bahwa Sukitman berjasa dalam menemukan jenazah para korban penculikan G30S.

Setelah mendengar langsung ucapan dari mantan komandannya tersebut, Sukitman merasa terharu dan pada tahun 1982 ia berhasil bertemu kembali dengan Sarwo Edhi.

Dalam pertemuan tersebut, Sarwo Edhi bertanya kepadanya, “Kok kamu belum disekolah-sekolahkan?” Sukitman hanya bisa tersenyum, tetapi atas bantuan Sarwo Edhi, Sukitman akhirnya diberi kesempatan untuk mengikuti pendidikan di Sekolah Calon Perwira (Secapa) Polri selama empat bulan di Sukabumi pada Agustus 1982.

Setelah menyelesaikan pendidikannya, Sukitman diangkat menjadi Sersan Mayor pada tahun 1980 dan mulai bertugas sebagai anggota Detasemen Patroli Pengawal (Den Patwal) atau Brigade Motor pada awal tahun 1983.

Hingga akhir karirnya, Sukitman menjabat sebagai Kepala Sub Bagian (Kasubag) Regiden Polda Metro Jaya dengan pangkat Ajun Komisaris Besar Polisi (AKBP), setara dengan Letnan Kolonel, sebelum pensiun pada tahun 1998.

Selama hidupnya, Sukitman tetap dikenang sebagai saksi penting dalam peristiwa G30 S PKI, meskipun ia sendiri tidak pernah menganggap dirinya sebagai pahlawan. Anaknya, Indra Lesmana, pernah mengungkapkan dalam sebuah wawancara bahwa ayahnya sangat bangga bisa memberikan sumbangsih bagi bangsa dan negara.

Sukitman adalah salah satu dari sedikit orang yang selamat dari peristiwa mengerikan di Lubang Buaya, dan kesaksiannya sangat berharga dalam mengungkap kebenaran di balik tragedi tersebut.

Setiap kali peringatan Hari Kesaktian Pancasila digelar di Lubang Buaya, Sukitman selalu menjadi salah satu undangan yang hadir untuk mengenang peristiwa itu, yang telah menjadi bagian dari perjalanan hidup dan sejarah yang disaksikannya langsung.

Sukitman wafat pada 13 Agustus 2007 di usia 64 tahun di Depok. Namanya mungkin tidak setenar para perwira yang gugur dalam peristiwa itu, namun jasanya dalam mengungkap salah satu bagian penting dari sejarah kelam Indonesia akan selalu diingat. ***

Sumber: pojoksatu

TUTUP
TUTUP