Para Pahlawan Ini Tidak Diketahui Makamnya, Jasadnya Belum Ditemukan, Begini Kisah Pencarian Sang Pahlawan, Tetap Bergelar Pahlawan Nasional


BeritakanID.com - Sejak Indonesia merdeka, banyak pahlawan nasional yang diangkat, baik yang berjuang sebelum maupun setelah kemerdekaan. Namun, tidak sedikit pula pahlawan yang makamnya belum ditemukan atau justru dimakamkan di luar negeri.

Beberapa di antaranya berada di negara tetangga, seperti Tuanku Tambusai, pahlawan dari Riau yang berjuang melawan Belanda pada abad ke-19, dimakamkan di Negeri Sembilan, Malaysia.

Selain itu, Syekh Jusuf Tajul Khalwati, seorang tokoh agama yang banyak memberikan kontribusi terhadap penyebaran Islam di Indonesia, dimakamkan di Cape Town, Afrika Selatan.

Uniknya, penduduk di beberapa daerah di Indonesia, seperti di Goa, Sulawesi Selatan, Banten, dan Madura, percaya bahwa makam Syekh Jusuf juga terdapat di daerah mereka, meskipun kenyataannya berada di luar negeri.

Selain pahlawan yang makamnya berada di luar negeri, ada juga beberapa pahlawan nasional yang jasadnya belum ditemukan, karena tewas dalam pertempuran atau kecelakaan.

Salah satunya adalah Martha Christina Tiahahu, yang tercatat sebagai pahlawan nasional termuda Indonesia. Martha lahir pada 1800 dan gugur pada usia 18 tahun setelah berjuang melawan penjajah Belanda bersama ayahnya, Adam Tiahahu.

Setelah ditangkap oleh Belanda, Martha dibawa dengan kapal Belanda, Eversten, dari Ambon ke Jawa. Selama perjalanan, ia menolak makan dan akhirnya meninggal. Jenazahnya kemudian dibuang ke Laut Arafuru, antara Pulau Buru dan Pulau Tiga, dan hingga kini makamnya tidak ditemukan.

Begitu pula dengan Kapitan Pattimura (Thomas Matulessy), pahlawan yang terkenal karena peranannya dalam pertempuran melawan Belanda di Maluku.

Pattimura dijatuhi hukuman mati pada 1817, namun lokasi makamnya tidak diketahui hingga sekarang. Pahlawan lainnya yang makamnya juga belum ditemukan adalah I Gusti Ketut Jelantik, yang gugur dalam pertempuran melawan Belanda pada 1849 di Bali.

Selain mereka yang tewas pada masa penjajahan Belanda, terdapat pula pahlawan yang tidak memiliki makam pada masa Revolusi Kemerdekaan Indonesia.

Salah satunya adalah Andi Abdullah Bau Massepe, yang gugur dalam pertempuran melawan Belanda pada 1947, serta Dr. Muwardi, yang meninggal dalam peristiwa Madiun pada 1948.

Mereka adalah pahlawan yang tak memiliki makam yang pasti, meskipun jasa-jasanya sangat besar dalam perjuangan merebut kemerdekaan.

Pahlawan lain yang memiliki makam simbolis adalah Oto Iskandar Dinata, seorang tokoh Sunda yang diculik pada akhir tahun 1945. Oto merupakan tokoh pertama yang hilang pasca kemerdekaan Indonesia.

Kasus penculikannya baru disidangkan pada tahun 1959, dan pelakunya dijatuhi hukuman. Namun, jenazah Oto tidak pernah ditemukan.

Pemerintah Jawa Barat pun membangun sebuah taman makam pahlawan di Taman Pasir, Lembang, untuk menghormati Oto, meskipun di makam tersebut tidak terdapat jenazah Oto, melainkan sejumput pasir pantai yang diambil dari Pantai Mauk, Tangerang, tempat yang dipercaya menjadi lokasi pembuangan jenazahnya.

Selain Oto Iskandar Dinata, penelitian juga pernah dilakukan terhadap jenazah yang diduga milik Supriyadi, seorang tokoh PETA yang memberontak terhadap Jepang di Blitar.

Pada 1975, pemerintah melakukan penggalian di Pertambangan Bayah, Banten, untuk menemukan jenazahnya.

Namun, setelah dilakukan pemeriksaan forensik, tidak ditemukan kecocokan antara kerangka yang ditemukan dengan ciri-ciri yang diidentifikasi oleh pihak keluarga. Meskipun demikian, Supriyadi tetap ditetapkan sebagai pahlawan nasional pada tahun 1975.

Pencarian jenazah pahlawan lainnya, yakni Tan Malaka, juga menarik perhatian publik. Sejarawan Belanda, Harry Poeze, berdasarkan riset yang dilakukan di Jawa Timur, menemukan bahwa Tan Malaka ditembak di Desa Selopanggung, Kediri.

Pada 2009, dilakukan penggalian untuk menemukan jenazah Tan Malaka di lokasi tersebut. Namun, hasilnya belum memadai, dan tes DNA yang dilakukan juga tidak membuahkan hasil yang pasti.

Proses investigasi dan tes DNA ini memakan waktu lama karena kesulitan memperoleh sampel yang tepat. Meskipun demikian, Tan Malaka tetap diakui sebagai pahlawan nasional, meski makamnya masih menjadi misteri hingga kini. ***

Sumber: pojoksatu

TUTUP
TUTUP