BeritakanID.com - Para pengamat menyoroti kabinet ‘gemoy’ yang dibentuk Presiden Prabowo Subianto. Mengingat jumlah menteri yang membengkak menjadi 48 dari hanya 34 menteri pada masa Pemerintah Joko Widodo. Bahkan jumlah wakil menteri yang naik lebih drastis lagi mencapai 56, jauh di atas era periode lalu yang hanya memiliki 31 wamen.
Belum lagi pejabat setingkat menteri, kepala badan, hingga penasihat, staf, dan utusan khusus presiden yang diangkat Prabowo sehingga total ada 135 pejabat baru yang dilantik oleh Kepala Negara tersebut di awal pemerintahannya ini.
Pengamat kebijakan publik Dr. Nurmadi Harsa Sumarta menilai dari segi efisiensi organisasi pembengkakan jumlah menteri ini sangat tidak tepat. Ditambah lagi penambahan anggaran dan berbagai infrastruktur lainnya. Dan yang pasti mesin organisasi ini tidak akan bisa langsung bekerja.
“Dengan penambahan kementerian baru, tidak bisa langsung ‘sat set’ untuk bekerja. Karena semua perlu waktu (untuk melakukan penyesuaian). Hal tersebut bisa membuat lamban dalam koordinasi dan pelaksanaan (program),” jelasnya kepada KBA News Rabu, 23 Oktober 2024.
Karena, dia beralasan, langkah pertama menyusul pemecahan kementerian tersebut adalah penyiapan sarana dan prasarana, sumber daya manusia, hingga anggaran yang tidak sedikit. Padahal yang mendesak untuk dilakukan adalah pembenahan birokrasi, efisiensi program, dan penanganan korupsi dalam birokrasi yang sudah parah.
“Mestinya Prabowo juga menyadari besarnya beban utang, beban proyek yang belum selesai seperti IKN, masalah-masalah kemiskinan, ketimpangan, dan kebutuhan lapangan kerja yang lebih mendesak (untuk diperhatikan),” sambungnya.
Meski demikian, akademisi Universitas Sebelas Maret (UNS) Surakarta ini tidak menampik atas penilaian sejumlah kalangan bahwa pemecahan ini akan membuat setiap kementerian memiliki tugas pokok dan fungsi (tupoksi) secara spesifik. Sehingga setiap kementerian bisa fokus dengan programnya masing-masingnya.
“Tapi dari segi koordinasi tentu tidak mudah bagi presiden. Karena jadi terlalu besar yang dikoordinasikan,” katanya lagi menekankan.
Apalagi banyak personel menteri dan pejabat baru tersebut yang tidak punya pengalaman kerja di dunia birokrasi. Sementara birokrasi itu bekerja dengan sistem. “Sampai ada menteri mau (menggelar) acara haul ibundanya dengan menggunakan kop kementerian. Ini menteri enggak tahu etika birokrasi dan bodohnya kebangetan,” kritiknya dengan keras.
Walau begitu, dia menghormati keputusan Presiden Prabowo yang memuat kabinet super gemuk tersebut. Menurutnya, publik juga perlu memberi kesempatan kepada para menteri untuk bekerja. Namun kalau para pejabat itu terbukti tidak becus dalam 100 hari kerja, dia menegaskan, Prabowo harus mencopotnya.
“Kita menghormati mandat yang sudah diberikan kepada mereka. Kita beri kesempatan dulu sesuai waktu yang lazim, yaitu 100 hari. Kalau kinerjanya tidak bagus, ya mereka harus turun, harus lempar handuk kalau memang tidak mampu,” demikian Nurmadi Harsa Sumarta.
Sumber: kba